Ruly Nur Afriyansyah, Suchi Melinda, & Yosi Saputra. Mahasiswa Sosiologi, Universitas Bangka Belitung.
Tindakan penyelewengan kekuasaan oleh jabatan atau pihak berkepentingan atau yang
dikenal dengan kata “korupsi”. Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti
penyalahgunaan kekuasaan, penggelapan uang negara, atau tindakan tidak jujur. Pengertian korupsi menurut para ahli, Nurdjana, korupsi adalah suatu masalah politik lebih daripada ekonomi yang menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik, dan para pegawai pada umumnya. Akibat yang akan ditimbulkan dari korupsi ini yakni berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite ditingkat provinsi dan kabupaten.
Menurut Syed Hussein Alatas, korupsi adalah subordinasi kepentingan umum di bawah
kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang dilakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh rakyat. Sedangkan Gunnar Myrdal menyatakan, korupsi adalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar.
Korupsi merupakan suatu kejahatan yang umumnya dilakukan oleh administrasi negara. Tindakan korupsi menjadi umum terjadi terkhususnya di Indonesia. Penjabat-penjabat di
Indonesia menjadi langganan dalam kasus korupsi. Tindakan korupsi, yaitu pemerasan, penggelapan aset negara di kantor, suap-menyuap.
Penyebab faktor korupsi di Indonesia mulai dari lemahnya moralitas dalam menghadapi
godaan korupsi, tuntutan keluarga (isteri, orang tua, saudara) atau memang keinginan pribadi yang berlebih. Ada juga mereka yang berpendidikan tinggi mampu melakukan perhitungan yang cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum sehingga kejahatan tersebut tidak terdeteksi. Hukum dan peraturan yang lemah di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa di Indonesia masih banyak tindakan korupsi oleh penjabat negara. Pengawasan yang tidak profesional atau pengawasan yang tumpang tindih diberbagai lembaga baik itu internal atau eksternal.
Praktik korupsi di Indonesia paling banyak terjadi pada pranata politik. Daniel S. Lev
mengatakan, politik tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi yang dominan. Penyalahgunaan kekuasaan publik juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan kelas, etnis, teman, dan sebagainya. Bahkan, di banyak negara hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.
Tidak hanya di lingkungan pemerintahan, politik, atau perusahaan saja terjadinya tindak
korupsi, namun bisa terjadi juga dalam lingkungan pendidikan terutama pada mahasiswa. Mahasiswa menganggap tindakan korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai keterlibatan dengan dirinya sebagai hal yang negatif, namun apabila ada keterlibatan dengan dirinya, mereka akan membela diri dengan menoleransi hal tersebut. Hal ini menegaskan bahwa sebenarnya mahasiswa juga berpotensi melakukan tindak korupsi, karena meskipun tidak melakukan korupsi pada uang negara, akan tetapi mereka melakukan pelanggaran terhadap hal yang diamanahkan pada mereka.
Lembaga-lembaga kemahasiswaan yang berada di bawah naungan kampus seperti
lembaga intra kampus berpotensi melakukan tindakan korupsi tersebut dikarenakan lembaga mahasiswa intra kampus merupakan miniature state atau student government yang melaksanakan tugas dan fungsi seperti sebuah negara.
Aktivitas yang dilakukan lembaga kemahasiswaan intra kampus sebagai student government merupakan aktivitas politik. Pada struktur lembaga kemahasiswaan terdapat pembagian kekuasaan yang sesuai dengan trias politica Montesquieu. Pembagian kekuasaan tersebut terdiri atas badan eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang berfungsi menggerakkan minat dan bakat, melaksakan kegiatan kemahasiswaan, serta menyelesaikan persoalan pada mahasiswa. Sedangkan, badan legislatif (Dewan Perwakilan Mahasiswa) sebagai pembuat peraturan bersama eksekutif, dan badan yudikatif.
Struktur tersebut sama dengan struktur lembaga pemerintahan yang terdiri atas lembaga eksekutif yaitu presiden dan wakil presiden yang dibantu oleh para menteri, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri. Pada lembaga pemerintahan pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk pelaksanaan program Pembangunan negara. Sedangkan, pada organisasi intra kampus sumber dana didapatkan dari rencana kerja dan anggaran kampus (RKAKL) yang mana pendaan tersebut digunakan untuk kegiatan kemahasiswaan. Namun, untuk mendapatkan dana tersebut baik lembaga negara atau
organisasi intra kampus memiliki kewajiban untuk mengajukan proposal kegiatan dan
menyusun laporan pertanggung jawaban (LPJ).
Kasus tindak korupsi dalam organisasi intra kampus pernah terjadi diantaranya pada
penelitian Puspitasari, et al (2015) yang membahas tentang pengelolaan keuangan pada
Lembaga kemahasiswaan intra di salah satu kampus juga diketahui bahwa mahasiswa pengurus unit kegiatan mahasiswa (UKM) sering melebih-lebihkan anggaran dana kegiatan. Dari pendanaan lebih tersebut tidak dikembalikan pada bendahara melainkan digunakan untuk kepentingan UKM itu sendiri, bahkan untuk kepentingan pribadi. Pada kasus lain terdapat juga tindak korupsi yang dilakukan mahasiswa dalam event suatu himpunan, yang mana dana sponsor yang harusnya di pergunakan untuk kepentingan event, tetapi uang sponsor tersebut tidak salurkan kepada bendahara dalam event tersebut.
Tindak korupsi merupakan suatu permasalahan serius yang perlu kita tanggapi sebagai warga negara Indonesia, karena itulah perlu adanya upaya yang ekstra pula untuk menanganinya. Upaya pencegahan korupsi juga tidak hanya berfokus pada upaya untuk menindak para koruptor (upaya represif) tetapi juga memfokuskan pada upaya pencegahan korupsi (upaya preventif).
Banyak perilaku koruptif di keseharian mahasiswa yang dapat menjadi benih-benih
tindak korupsi di masa mendatang, seperti melakukan kecurangan saat ujian (menyontek), menitipkan absen dengan teman sekelas, plagiarisme dalam mengerjakan tugas, manipulasi laporan pertanggung jawaban (LPJ), memberikan hadiah kepada dosen sebagai bentuk gratifikasi negatif, dan memalsukan data beasiswa.
Adapun nilai-nilai anti korupsi yang perlu ditanamkan pada mahasiswa antara lain;
1. Kejujuran
Jujur sendiri bisa kita definisikan tidak berbohon, dan tidak berprilaku curang. Dalam
konteks keorganisasian prilaku jujur sangatlah di perlukan, karna jujur mahasiswa bisa
membawa dirinya dan lingkungan sekiranya menjadi positif. Tentu jika sebaliknya jika
mahasiswa kedapatan berperilaku tidak jujur maka mahasiswa tersebut tidak bisa menjadi contoh untuk mahasiswa lainnya dan tidak bisa diandalkan di beberapa kegiatan.
2. Kepedulian
Kepedulian adalah hal yang harus dimiliki mahasiswa, karena sebagai calon pemimpin
masa depan seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap sesama lingkungan, baik di luar kampus maupun di dalam kampus. Dan di masa sekarang tidak sedikit mahasiswa yang acuh tak acuh terhadap isu-isu yang seharusnya perlu diperjuangkan terhadap sesama mahasiswa, seperti pelecehan, tindakan korupsi yang terjadi di kampus.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan bentuk kesadaran yang harus dimiliki pribadi atas tugas
yang telah diamanahkan untuk dirinya, baik itu secara tertulis maupun tidak tertulis. Mahasiswa sering melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa. Sebagai contoh jika ada kegiatan event di kampus, beberapa mahasiswa sering lalai dalam menjalankan tanggung jawab, dan tanggung jawab tersebut sering dilimpahkan kepada orang yang bukan seharusnya, hal ini seharusnya patut kita diskusikan agar mahasiswa tidak lalai terhadap tugasnya.
4. Kesederhanaan
Gaya hidup mahasiswa merupakan hal yang sangat penting dalam proses pencegahan
tindak korupsi, dan kerap kali kebutuhan mahasiswa tersebut tidak menjadi kebutuhan
pokoknya sebagai mahasiswa, hal ini yang mengakibatkan prilaku tindak korupsi terjadi,
karena adanya keinginan dari gaya hidup mahasiswa tersebut yang tak terpenuhi.
5. Keberanian
Sikap berani perlu kita tanamkan sebagai mahasiswa, dari sikap berani tersebut bakal
timbul yang namanya rasa percaya diri, dari sifat percaya diri kita bisa memperkuat sifat-sifat lainnya.
6. Keadilan
Adil berarti sama, tidak berat sebelah, tidak memihak. Karakter ini perlu tanamkan
sedari awal sampai masa perkuliahan, agar pada saat situasi pengambilan keputusan kita bisa dengan bijak mengambil keputusan yang adil dan benar. Pemberantasan tindak korupsi memerlukan partisispasi semua pihak, terlebih pastinya para mahasiswa yang akan menjadi pemimpin di masa depan. Oleh karena itu, pentingnya penanaman nilai anto korupsi pada mahasiswa dalam sistem terkecil yaitu organisasi internal kampus.