Oleh : Erika Saskia (Teknik Pertambangan UBB 2018)
Severe acute respiratory syndrome corona virus 2 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia. Infeksi virus Corona atau COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) pertama kali ditemukan di kota Wuhan pada akhir Desember 2019. Sejak 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai pandemi dikarenakan virus ini menular dengan sangat cepat ke hampir semua negara hanya dalam waktu beberapa bulan, termasuk Indonesia.
Dalam melakukan pencegahan dan pengendalian Covid-19, pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai macam kebijakan dan peraturan baru yang dinamis, seperti penerapan social distancing pada 14 Maret 2020, physical distancing pada 24 Maret 2020, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 10 April 2020 dan yang terbaru adalah kebijakan New Normal pada 1 Juni 2020.
Namun, hingga kini jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 adalah 57.770 jiwa dengan jumlah kematian 2.934 jiwa. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat COVID-19 adalah sekitar 1.1% per tanggal 1 Juli 2020. Hal ini mencirikan bahwa kebijakan yang dibentuk tersebut belum berhasil dan efektif dalam menekan laju penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid
Menurut penulis, solusi pencegahan dan pengendalian Covid-19 ialah dengan melakukan Pembaharuan Kebijakan secara dinamis baik dengan merekayasa kebijakan lama atau memolesnya dengan warna yang baru. Adapun pembaharuan yang dilakukan haruslah berfokus pada tiga kelompok utama pengendali penyebaran Covid-19. Tiga kelompok utama tersebut adalah pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat.
Saat ini, kebijakan terbaru yang dilakukan pemerintah adalah New Normal. The New Normal yang digalakkan saat ini merupakan bentuk kegagalan dari program PSBB dan sebagai penanda bahwa pemerintah pasrah dalam menghadapi pandemi Corona ini. Di era baru ini, masyarakat dituntut untuk melakukan kebiasaan baru di mana harus hidup berdampingan dengan keberadaan virus Corona.
Akan tetapi, terhitung tanggal dimulainya kebijakan New Normal terjadi kenaikan nilai pasien terkonfirmasi positif Covid-19 sebesar 31.297 jiwa hingga tanggal 1 Juli 2020, hal ini sangat disayangkan mengingat baru diterapkannya kebijakan ini.
Hal ini semakin diperparah dengan munculnya kebijakan baru terkait Rapid Test berbayar. Padahal sudah diketahui bersama bahwa anggaran kesehatan yang dikeluarkan untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 75 Trilyun sedangkan baru terserap sekitar 1,53%. Peristiwa ini justru menjadi beban psikis bagi masyarakat terutama yang berasal dari golongan menengah ke bawah. Selain dari pada itu, dana Bansos yang dikeluarkan oleh Kemensos belum sepenuhnya terealisasikan ke masyarakat, padahal diketahui dana bantuan tersebut harus segera diberikan kepada seluruh masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
Oleh sebab itu, penulis berpendapat bahwa perlu diadakannya transparansi kebijakan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Tekhususnya pada hierarki terendah pemerintahan, yaitu pada tingkat RT dan RW. RT dan RW seharusnya dapat melakukan pengawasan yang tepat sasaran serta improvisasi dan pembaharuan kebijakan secara dinamis sehingga pada penerapanya seluruh kebijakan baik terkait Bantuan Sosial maupun biaya Rapid Test dapat dipertimbangkan terlebih pada masyarakat menengah ke bawah.
Selain itu, penting sekali mengadakan sosialisasi dan pembinaan minimal 2 kali seminggu pada masyarakat.
Kedua, berkenaan dengan tenaga kesehatan yang saat ini menjadi garda terdepan penanganan pandemi Covid-19. Tidak diragukan lagi sudah banyak tenaga medis yang berguguran saat bertugas melawan keganasan virus Corona bahkan hingga kini terhitung sekitar 68 orang yang terdiri dari 38 dokter dan 30 perawat.
Dalam penanganan pencegahan dan penyebaran Covid-19, tenaga medis menerapkan tiga jenis test yaitu Rapid Test, Swab Test (PCR) dan TCM. Ketiga tes ini memang digunakan untuk mengetahui dengan pasti kondisi tubuh pasien terjangkit atau tidaknya virus Corona. Akan tetapi, hal ini menjadi beban bagi masyarakat untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuhnya mengingat biaya tes yang terbilang mahal.
Penulis berinisiatif bahwa selain mengembangkan uji tes langsung, ada baiknya tenaga medis juga menciptakan solusi penanganan dini dengan dibentuknya aplikasi cek medis dini terkait Covid-19 yang mana masyarakat dapat mengeluhkan penyakit tanpa harus berkunjung ke rumah sakit dan mengeluarkan biaya. Apabila merasakan reaktif, masyarakat dapat dibimbing langsung untuk isolasi mandiri. Kelebihannya, pasien akan lebih terbuka terhadap kondisi kesehatan dan meningkatkan physical distancing.
Ketiga, benteng utama pencegahan dan pengendalian Covid-19 ada pada diri masyarakat itu sendiri. Selain menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, hand sanitizer, jaga jarak dan lain sebagainya. Positive mindset menjadi kunci utama agar selalu sehat dan terlindung dari bahayanya virus Corona.
Selain itu, masyarakat seharusnya mendukung penuh setiap kebijakan positif pemerintah dan mengkritisi apabila terdapat hal yang tidak seimbang agar tercapainya visi yang diinginkan. Masyarakat harus bersikap dinamis terhadap kondisi lingkungan sekitar. Ada baiknya untuk tidak terlalu sering mengunjungi tempat wisata terlebih dahulu ataupun berkunjung ke lokasi yang tidak terlalu urgen. Hal ini secara tidak langsung dapat mendukung pencegahan dan pengendalian Covid-19. Masyarakat yang bijak akan membawa kebermanfaatan dalam suatu negara.
Dari sudut pandang penulis, saat ini seluruh aspek kehidupan di Indonesia telah dilumpuhkan dengan keberadaan Covid-19. Jika pembaharuan kebijakan secara dinamis dilakukan pada tiga aspek tersebut maka nilai penambahan kasus positif Covid-19 akan berkurang secara signifikan. Oleh sebab itu, seluruh lini kehidupan haruslah bersatu, bekerja sama dan secara bijak turut aktif dalam mengendalikan dan mencegah penyebaran Covid-19.
(Erika/Red LPM UBB)