Oleh : Sapnah, Mahasiswi IAIN SAS BABEL
Di tengah desakan publik agar pemerintah lebih tegas dalam mengendalikan sebaran virus dengan kebijakan karantina wilayah atau lockdown malah tidak di tindak lanjuti serius oleh pemerintah. Hingga keputusan dalam menangani wabah ini dengan cara PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kemudian datang Pernyataan Luhut yang membuat gaduh masyarakat terkait pernyataannya yakni, posisi Indonesia lebih menguntungkan karena memiliki cuaca panas. Kondisi tersebut membuat virus corona semakin lemah namun harus di dukung dengan kesadaran masyarakat. “Tapi kalau jaga jarak tidak dilakukan, itu (kondisi cuaca Indonesia yang menguntungkan) juga tidak berarti. Sekarang ini tergantung kita. Kita yang mau bagaimana.’’ jelas Luhut. (Republika.CO.ID)
Namun pernyataan Luhut tersebut dibenarkan oleh kepala BMKG dan pejabat lainnya. Kepala Badan Meteologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19. Rita dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/4), mengatakan BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 dokter meteorologi, klimatologi, matematik beserta ilmuan kedokteran, mikrobiologi, kesehatan dan pakar lainnya. ”Akhirnya laporan Tim BMKG merekomendasikan berdasarkan fakta dan kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya, bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut,” katanya. Untuk itu, dia merekomendasikan masyarakat yang beraktivitas agar memanfaatkan kondisi cuaca untuk beraktivitas. Terutama pada bulan April hingga di bulan Agustus nanti sembari tetap menjalankan protokol keselamatan sehingga tidak tertular Covid-19. Ini mengidentifikasi arah kebijakan pemerintah yang lepas tanggung jawab. Ini juga mengkonfirmasi bahwa pemerintah cenderung mengambil kebijakan Herd Immunity dengan mengorbankan nyawa rakyat.
Herd Immunity menjadi kata kunci yang banyak dicari di google seiring dengan semakin masifnya penyebaran Covid-19. Dilansir dari laman Kementrian Kesehatan, Herd Immunity adalah keadaan ketika sebagian besar orang kebal terhadap penularan penyakit tertentu. Ini bisa tercipta dengan 2 cara Pertama, dengan cara menyuntikkan vaksin untuk menangkal penyebaran virus. Kekebalan tersebut akan muncul dari vaksin yang disuntikkan dan tidak membuat virus dari orang yang terjangkit menular pada orang lain. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk dapat menangkal penyebaran virus tersebut. Maka cara kedua yakni dengan cara alami Yaitu dengan pemulihan pasien yang sudah terinfeksi. Cara alamiah yang dimaksud yaitu dengan membiarkan Covid-19 menginfeksi sebagian besar orang di beberapa wilayah.
Memilih menggunakan cara alami tersebut tidak disarankan untuk menjadi pilihan yang utama. Karena dengan mengunakan cara seperti ini sama saja bunuh diri dan mengorbankan nyawa rakyat. Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menilai penerapan Herd Immunity untuk mengatasi Covid-19 tidak boleh dijadikan pilihan utama. Alasannya cukup tegas, cara itu dapat menghilangkan satu generasi, alih-alih menghentikan pandemi.
Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk menekan jumlah penyebaran virus ini. Tapi dari beberapa solusi yang diberikan tidak menunjukkan bahwa jumlah kasus tersebut menurun. Malah semakin hari, semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa dengan cepat dan tepat memberikan solusi yang terbaik untuk penanganan wabah tersebut. Walaupun islam sudah memberikan solusi yang tepat bagaimana menghadapi atau mengatasi wabah tersebut, tetap saja solusi tersebut tidak dijadikan pertimbangan yang pertama dan utama oleh pemerintah. Dikarenakan jika solusi tersebut diambil bisa merugikan, ini menunjukkan kepentingan mereka lebih utama daripada memikirkan penderitaan yang dirasakan oleh rakyat-rakyatnya. Inilah yang terjadi di sistem kapitalis-sekuler. Hingga rakyat harus menjaga diri mereka sendiri, menangung penderitaannya sendiri tanpa adanya tanggung jawab langsung oleh pemerintah.
Tentu hal ini berbeda di dalam sistem Islam. Sistem yang dibangun berdasarkan wahyu dimana pemimpinnya hanya menerapkan aturan-aturan dan mengeluarkan kebijakan berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga mereka hanya memprioritaskan keselamatan jiwa rakyatnya, hak rakyat di atas kepentingan ekonomi. Begitulah sistem kepemimpinan islam dalam menempatkan diri sebagai pelindung bagi rakyat-rakyatnya.
(Red Sapnah/LPM-UBB)