Oleh : Inaki Sahrul Fitri, Mahasiswi IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik
Berdalih menyelamatkan napi dari wabah COVID-19 dan penghematan anggaran, pemerintah membebaskan kurang lebih 30.000 napi. Sebelumnya, wacana pembebasan napi koruptor pun hendak dilakukan. Hal ini tentu saja menuai ragam polemik. Namun akhirnya menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengklarifikasi bahwasannya pembebasan napi tidak termasuk narapidana kasus terorisme, narkotika psikotoropika, korupsi, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi warga negara asing.
Kebijakan tersebut yang dikeluarkan awal april lalu, menimbulkan masalah baru. Sebanyak 12 narapidana yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan wabah COVID-19 kembali berulah. Menurut Bambang Rukminto pengamat kepolisian dari Institute for Secuity and Strategic Studies (IseSS) seperti yang dilansir oleh tirto.id menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan konyol. Karena mengingat beban masyarakat yang sudah berat ditambah dengan kebijakan tersebut. Menurutnya rasa aman masyarakat terusik akibat dari kebijakan Menkumham Yasonna H Laoly. Disebut konyol karena pada dasarnya para napi sudah berada di tempat yang terisolasi dari dunia luar, pun juga telah ada peraturan sebelumnya yang melarang menjenguk napi. Sehingga relatif aman dari pandemi.
Berulah kembalinya napi menunjukkan hukuman yang telah diberikan pada masa tahanan membuktikkan bahwa hukuman yang diberikkan tak memberikan efek jera. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah kriminalitas di negeri ini dan menunjukkan pula eksistensi hukum yang ada telah gagal dalam memberikan kepastian hukum, karena hukum yang ada merupakan huum yang bersandarkan atas akal manusia semata, yang mana akal manusia selalu terdapat hawa nafsu yang mana jika tidak terkontrol oleh syari’at akan menjadi liar.
Sangat berbeda sekali dengan hukum syaria’t Islam. karena hukum syari’at Islam merupakan hukum yang bersandar atas wahyu Allah. Allah Maha Mengetahui makhluk-Nya, sehingga Allah Mengetahui hukuman yang pantas diberikan oleh para pelaku kejahatan. Sehingga dalam syariat Islam, narapidana akan diberikan hukuman yang setimpal tanpa padang bulu. Juga hukuman yang diberikan merupakan hukuman yang mencegah terulang kembali atau efek jera serta memberikan pelajaran bagi yang lain agar tidak melakukannya.
(Red Inaki/LPM-UBB)