Pemutaran bedah film “Born in Gaza” dalam mengingati Genosida dan Kolonialisme Israel yang diselenggarakan oleh Sekolah Progresif UBB. Sumber foto istimewa

LPM Alternatif, Pangkalpinang – Kegiatan bedah film “Born in Gaza” yang disutradarai oleh Hernan Zin tahun 2014 berlangsung dengan lancar. Bertempat di Diskusi Kopi Jugend pada Kamis (13/6) dimulai pukul 19.30 WIB sampai dengan selesai. Bedah film ini melibatkan Sekolah Mahasiswa Progresif UBB, Lingkar Diskusi Gender, LPM Alternatif UBB, Jemaah Ahmadiyah Bangka Belitung dan para penonton yang hadir.

Kegiatan ini merupakan wujud realisasi dari inisiatif pihak-pihak yang terlibat atas peningkatan eskalasi genosida dan amplifikasi kolonisasi Israel di jalur Gaza dan Tepi Barat. Genosida adalah salah satu bentuk kejahatan dengan memusnahkan kelompok masyarakat tertentu secara sistematis dan disengaja. Istilah genosida berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata “genos” yang berarti ras, suku, atau bangsa, dan kata bahasa Latin “cide” yang artinya pembunuhan.

Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk menayangkan ragam cerita anak-anak Palestina yang menjadi korban keganasan genosida zionis Israel. Narasumber film ini berasal dari anak-anak yang terkena langsung dampak dari perang Palestina ini. Tidak bisa mengakses layanan kesehatan, fasilitas fasilitas pendidikan dihancurkan. Kekerasan terhadap anak-anak yang sedang bermain di pinggir pantai terkena rudal dan terluka parah. Sehingga menyebabkan adanya dorongan bunuh diri yang terjadi pada anak yang terkena dampak peperangan Palestina. Ada banyak sekali bentuk serangan berbasis gender yang dilakukan Israel kepada Palestina. Femisida adalah pembunuhan berbasis gender yang sering menimpa para perempuan dan anak-anak.

Invasi yang telah dirancang sedemikian rupa oleh kolonial Inggris, Amerika dan elit-elit Zionis Israel. Awalnya mereka hanya bermukim tapi dengan kepentingan yang lebih besar, mereka memulai agresi. Pembantaian besar-besaran mulai terjadi, ratusan desa, 780 ribu orang. Ada banyak orang yang dibantai, terbentuknya skolastisida pertama. Mengusir habis rakyat Palestina dari tanahnya. Istilah “skolastisida” (scholasticide) merujuk pada pemusnahan sistem pendidikan secara sistematis melalui penangkapan dan pembunuhan guru, siswa, dan staf sekolah, serta penghancuran infrastruktur pendidikan.

Diskusi yang dilakukan terkait akar permasalahan bermulanya konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel menjadi pemantik awal diskusi agar membuka kembali lembaran memori kolonialisme pada masa lampau. Secara diplomatik dan politik pemerintah terus menyuarakan kemerdekaan untuk Palestina, hampir setiap negara yang pro Palestina melakukan hal tersebut. Tetapi secara ekonomi mereka masih berdagang dan menjalin kerjasama dengan Israel. Indonesia masih aktif membeli senjata dari Israel. Potongan potongan kecil fenomena gambaran bagaimana kondisi Palestina selama penyerangan yang dilakukan oleh Israel ini menjadi bentuk benang kusut yang harus segera diuraikan. Agar tidak ada lagi penyerangan terhadap Palestina dan kekerasan terhadap warga Palestina.

Kolonialisme pemukim merupakan kondisi ketika ada suatu bangsa dari wilayah lain yang datang ke suatu wilayah dengan tujuan untuk bermukim tetapi bertujuan juga untuk merebut paksa wilayah yang dia tempati itu. Lalu mengklaim bahwa mereka telah mendirikan bangsa yang baru, diatas wilayah jajahan tersebut. Dua tujuan utama Israel datang ke Palestina yaitu untuk merebut wilayah dan mendirikan bangsa baru. Seringkali orang-orang memandang konflik Palestina Israel ini hanya dari kacamata agama. Padahal kita juga harus melihat dari kacamata sejarah bagaimana awalnya Israel datang dan melakukan kolonialisme pemukim. Bukan karena masalah perbedaan agama saja. Pemahaman tentang kolonialisme sangat penting karena agar konflik Palestina dan Israel tidak hanya dipandang dari sudut pandang agama saja. Pembagian tanah milik Palestina yang tidak adil dan lebih banyak dikuasai oleh Israel membuat Palestina merana di tanahnya sendiri.

Diikuti bedah film yang juga menjadi bagian dari rangkaian kegiatan nonton bersama ini. Beberapa point penting yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran dan pembenahan terhadap mindset para penonton seperti apa saja akar yang menjadikan konflik di Palestina sangat rumit dan hal tersebut telah berlangsung selama berabad-abad. Dampak akibat masalah mendasar dari konflik berkepanjangan ini bagi rakyat Palestina khususnya di Gaza. Serta sebagai wadah solidaritas pro-Palestina agar antusias dan aktif mendukung pembebasan rakyat Palestina.

“Apa yang terjadi di Palestina sampai saat ini sudah lebih dari cukup untuk menyangsingkan tatanan dunia yang korup dan menindas sekarang. Hanya elit ekonomi dan politik yang paling diuntungkan dalam tatanan ini. Kita, anak muda, sangat-sangat perlu memikirkan bagaimana cara menyelamatkan masa depan kita, yang memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, adil, dan setara dari sebelumnya”, ujar Ricky selaku ketua pelaksana.

Reporter: Debri Liani dan Salwa Nabila
Penulis: Salwa Nabila
Editor: Debri Liani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *