Iranti Lamtiar Purba
Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung
Mendengar kata “Pandemi Covid-19”, tentunya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat dunia, bagaimana tidak? Pandemi ini menimbulkan perubahan sosial yang besar dan mengakibatkan segala aspek kehidupan terdampar. Salah satunya ialah bidang perindustrian atau perusahaan khususnya yang ada di Indonesia sendiri.
Perusahaan merupakan tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Dan Setiap perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah juga ada pula yang tidak. Sementara Pailit diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau biasa disebut dengan UU Kepailitan. Dalam aturan tersebut, perusahaan dinyatakan pailit artinya ketika debitur (pemilik utang) mempunyai dua atau lebih kreditur (pemberi utang) tidak membayar utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (arti pailit).
Masih banyak orang yang beranggapan kalau bangkrut dan arti pailit adalah dua hal yang sama. Padahal keduanya berbeda, dimana berdasarkan KBBI, bangkrut adalah kondisi saat perusahaan menderita kerugian besar yang membuat kondisi keuangan tidak sehat dan memaksa perusahaan berhenti beroperasi. Masa pandemi Covid-19 menyebabkan perusahaan banyak perusahaan yang tidak mampu untuk melaksanakan kewajibannya, walaupun pekerja/buruh tidak melanggar perjanjian kerja, tapi karena alasan Overmach atau keadaan memaksa terjadinya Covid-19 tidak dapat diprediksi akan terjadi pada saat membuat perjanjian.
Pemutusan hubungan kerja dibolehkan apabila dengan wabah Covid-19 perusahaan tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya terhadap pekerja/buruh. Pemutusan hubungan kerja kewajiban dari perusahaan tetap memberikan apa yang merupakan hak-hak dari pekerja, misalnya uang pesangon tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Namun apabila perusahaan tidak mampu memberikan uang pesangon yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan untuk menempuh cara penyelesaian secara mediasi atau perdamaian yang saling menguntungkan dengan mengadakan pertemuan dengan pihak pekerja/buruh. Dalam penyelesaian secara mediasi/ perdamaian pihak pekerja/ buruh dapat diwakili oleh serikat pekerja/ serikat buruh.
Saat ini juga beredar informasi sembilan perusahaan besar ditutup dan bangkrut imbas pandemi Covid-19. Dari sembilan perusahaan itu, dituliskan nama perusahaan produksi mobil, Nissan Motor co hingga perusahaan investasi. Informasi tersebut beredar di media sosial.
Hal ini juga didukung oleh ungkapan Kamar Dagang dan Industri (Kadin Indonesia) menyebut sudah banyak perusahaan yang hampir mengajukan kepailitan sejak wabah pandemi virus corona. Oleh itu jika hal ini terus terjadi dan membiarkan kondisi wabah seperti ini dan pemerintah tidak memberikan relaksasi tekanan finansial yang efektif kepada pelaku usaha sektor riil yang terkena dampak maka opsi gulung tikar akan semakin banyak dipilih pengusaha. Adapun langkah awal yang dapat untuk dilakukan dalam hal ini yaitu Untuk mencegah lebih banyak pengusaha yang gulung tikar atau pelaku usaha yang mengambil opsi gulung tikar atau menghentikan operasi usaha secara sementara.
Kebijakan pemerintah seperti bantuan sosial, restrukturisasi kredit hingga insentif pajak dianggap mampu mendukung dunia usaha bertahan menghadapi krisis. Namun, kebijakan relaksasi tersebut dinilai hanya bersifat sementara. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan memutus penyebaran mata rantai Covid-19 dengan menerbitkan regulasi sebagaimana yang diasebutkan di atas.
Namun kenyataan masih banyak masyarakat prilaku masyarakat yang kurang peduli dengan peraturan atau himbauan yang telah ditentukan pemerintah antara lain pelanggaran penerapan PSBB Percepatan pencegahan penyebaran Covid-19 yang ditentukan oleh pemerintah belum berhasil, karena sampai saat masih ditemukan penyebaran Covid-19 walaupun di beberapa wilayah sudah dinyatakan zona hijau karena angka penyebaran Covid-19 melandai, menurun sampai dibawah 1% dan bahkan tidak ada pertambahan korban Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang menyebabkan perusahaan tidak mampu melaksanakan prestasinya, sehingga perjanjian kerja yang telah dibuat menyebabkan perusahaan melakukan wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan oleh pengusaha/majikan tidak dapat diduga pada saat membuat perjanjian akan terjadi wabah Covid-19. Terjadinya wanprestasi karena alasan Covid-19 pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan Covid-19, perusahaan tetap menangung resiko, karena wanprestasi yang disebabkan oleh Covid-19 termasuk Overmach yang sifat relative.
Pandemi Covid- 19 yang menyebabkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja karena secara ekonomi perusahaan tidak mampu lagi menanggung beban untuk memenuhi hak pekerja /buruh perusahaan, dalam kondisi seperti ini untuk memenuhi hak-hak pekerja, maka perusahaan dapat diajukan untuk dipailit. Karena tidak mampu memenuhi kewajiban untuk memberikan hak-hak pekerja/buruh.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya disingkat UUKPKPU, Pasal 1 menyatakan Kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor Palit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Maka dari itu suatu tindakan pailit perusahaan sudah banyak terjadi di masa pandemi Covid-19 saat ini,yang disamping itu hal ini juga membawa dampak buruk khususnya bagi para pekerjanya.
(Iranti Lamtiar Purba/Red LPM-UBB)