Pangkalpinang, LPM UBB – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bangka Belitung mengadakan Panggung Ekspresi yang bertajuk “Petani Mati di tengah BBM Melambung Tinggi” pada Selasa (27/9) lalu. Panggung Ekspresi dihelat untuk memperingati Hari Tani Nasional pada 24 September, serta ulang tahun UU Agraria. Tema agraria dan kondisi BBM terkini diambil karena penting dan relevan sebagai bahan kritik dan diskusi bagi publik.
“Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperingati hari Tani Indonesia dan kami juga mengaitkannya dengan kenaikan harga BBM. Sebab, relevan dengan masalah pemenuhan kesejahteraan dan masih menjadi hangat sebagai dibicarakan masyarakat,” ungkap Herbert Frifdolin Silaban, koordinator acara.
Diskusi publik ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas, mulai dari FT, FISIP, FPPB, dan FE. Mahasiswa dari kampus-kampus lain menghadiri Panggung Ekspresi. Tidak hanya itu, bahkan beberapa masyarakat juga tampak turut meramaikan Kegiatan yang diadakan di Taman Sari Pangkalpinang tersebut.
“Lihat! Jejak-jejak sedih buruh tani, yang terpacak di tanah subur ini! Bekerja, berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela. Katanya, tanahku kaya. Nyatanya hidup mereka sendiri sengsara,” seru Iin, mahasiswi Universitas Terbuka, saat mengisi penampilan pertama dengan membacakan puisi karyanya, “Democrazy”.
Sesi sore Panggung Ekspresi diisi dengan lapak baca dan diskusi pada pukul 16.00 WIB oleh LPM UBB. Salah satu peserta diskusi menuturkan pengalamannya live in di salah satu desa di Bangka Belitung yang dirusak hutan lindungnya.
Lantas, cerita darinya ditanggapi para peserta lain dengan membahas contoh kasus di daerah lain, pentingnya pendidikan akar rumput dan advokasi, serta pentingnya pemahaman struktural bahwa di pedesaan juga ada ketimpangan kuasa yang menindas petani dan menjadi biang konflik agraria.
Lapak baca dan diskusi ditutup menjelang maghrib. Setelah sesi ishoma, rangkaian kegiatan dilanjutkan sekitar 19.20 WIB.
Sesi malam Panggung Ekspresi disemarakkan oleh beragam penampilan kesenian yang melantangkan tema-tema buruh, tani, dan demokrasi. Silih berganti panggung diwarnai pembacaan puisi, penyapaian orasi, pertunjukan teatrikal, dan penampilan musik akustik. Di samping panggung utama, ada live art pembuatan lukisan yang lantas hasilnya dipresentasikan dengan mendiskusikan masalah agraria di Indonesia.
“Sederhananya, petanilah yang banyak menyokong kehidupan kita,” ujar Heri Alamsyah saat memaparkan hasil lukisan live art. “Namun, banyak terjadi perampasan lahan terjadi di Indonesia atas nama pembangunan. Ketika petani mempertahankan lahannya, malah mengalami kekerasan.”
Reporter: Zahra Zarina dan Kevin Aryatama
Penulis: Zahra Zarina
Editor: Kevin Aryatama