Oleh : Gilang Virginawan
(Kordinator Wilayah Bangka Belitung Aliansi “Solidaritas Untuk Amanat Rakyat” (SUARA) Indonesia)
Pandemi Covid-19 menyerang seluruh lapisan masyarakat, baik miskin maupun kaya, tua maupun muda, pria atau wanita. Corona memang tidak pernah memandang strata sosial suku, agama, ras dan budaya, semua berkemungkinan terserang virus ini, dan sudah barang tentu pula bahwa bukan manusia saja yang terserang, seluruh sektor penyeimbang dalam kehidupan ikut menjadi sasaran, dari sektor pendidikan, perekonomian, kebudayaan hingga keamanan. Seluruh Provinsi di Indonesia sudah menjadi zona merah, termasuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menjadi bagian dari daftar di dalamnya.
Berbagai langkah kebijakan dari pemerintah dan bantuan sosial dikerahkan sebagai upaya penanganan dari pandemi ini. Seluruh lapisan kembali dengan semangat gotong royong untuk saling menguatkan, menjaga dan melindungi dari setiap ancaman yang akan hadir sebagai dampak dari pandemi ini.
Namun ditengah pandemi ini kita tak lagi mendengar slogan BUMN hadir untuk negeri. Jika slogan saja tak lagi kita dengar, apa lagi tindakannya. Memang betul harus kita akui BUMN semisal PT Timah pernah berkontribusi melalui beberapa bantuan sosial ke pada masyarakat. Namun kita semua juga tak bisa menutup mata dengan sejarah panjang kiprah PT Timah di Bangka Belitung, lalu kita bandingkan dengan kontirbusi terhadap daerah, rasanya tidak seujung jari. Sementara kita semua ketahui bahwa Timah adalah bagian dari nadi dari ekonomi masyarakat Bangka Belitung.
Bantuan sosial berupa kebutuhan pangan memang kita semua butuhkan, namun tidak sebatas itu upaya yang kita harapkan, apa lagi dengan nama Besar BUMN seperti PT Timah, tentulah bisa berbuat lebih banyak terhadap masyarakat dalam menghadapi pandemi ini. Hari ini kita semua mendengar jeritan bahwa harga jual timah yang sangat rendah dan tidak stabil, berbanding terbalik dengan biaya operasional yang di keluarkan.
Tidak sebatas itu, belum lagi ketika kita bicara berapa banyak pekerja dari PT Timah yang hari ini dirumahkan atau bahkan diberhentikan? Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang di rumahkan dan hingga hari ini tidak mendapat tunjangan pekerja? Dengan bantuan sosial berupa sembako yang hanya cukup untuk bertahan hidup kurang lebih dua minggu?
Dengan berbagai dalih untuk pengurangan tenaga kerja akhirnya hal ini tak terhindarkan. Bukankah bagian dari tujuan PT Timah adalah membuka lapangan pekerjaan, bukan sekedar membuka lahan kemudian ditinggalkan.
Ditengah pandemi covid ini, kita semua berharap bahwa PT Timah harusnya mampu melahirkan solusi melalui kontribusi hadir untuk negeri, bukan malah mengkebiri.
Tidak salah rasanya ketika kita semua berekspetasi bahwa PT Timah hadir di negeri serumpun sebalai dengan memastikan harga Jual Timah tetap tinggi dan stabil untuk menopang perekonomian masyarakat yang berprofesi sebagai penambang timah. Dan sudah barang tentu ini akan berdampak terhadap daya beli masyarakat di Bangka Belitung. Dalam artian ternyata PT Timah punya peranan dalam menjaga kestabilan perekonomian di Bangka Belitung, yaa itu semua akan terjadi jika BUMN memang hadir untuk negeri.
Namun dengan realitas hari ini, tidak salah rasanya ketika kita katakan BUMN Tak Hadir Untuk Negeri. Pemerintah daerah dan Pusat harus bersikap tegas dalam menyikapi persoalan perusahaan-perusahaan seperti ini. Jika memang tak ada kontribusi, sebaiknya angkat kaki.
(Gilang/Red LPM UBB)