Reyuka
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan bidang lainnya. Di Indonesia sendiri akibat Covid-19 menyebabkan Indonesia mengalami resesi, hal ini diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III pada tahun 2020 mencatatkan kontraksi atau minus 3,49 persen secara tahunan, sebelumnya, pada kuartal II tahun 2020 pertumbuhan ekonomi juga tercatat minus 5,32 persen. Artinya, dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencatatkan pertumbuhan negatif.
Dikutip dari The Economic Times, resesi adalah perlambatan atau kontraksi besar-besaran dalam kegiatan ekonomi yang disebabkan penurunan pengeluaran yang signifikan umumnya mengarah pada resesi. Selanjutnya dikutip dari Bisnis.com, ada beberapa indikator yang menunjukkan tanda-tanda resesi, misalnya banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, perusahaan menghasilkan lebih sedikit penjualan, terakhir pengeluaran (output) ekonomi negara secara keseluruhan mengalami penurunan.
Pada bidang ekonomi Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak sekali perusahaan yang Pailit akibat pendapatan yang semakin menurun, sehingga perusahaan memiliki terlalu banyak hutang dan tidak mampu membayar hutangnya. Dimasa Pandemi banyak sekali perusahaan yang dinyatakan pailit, berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ada beberapa syarat debitur dapat dinyatakan pailit, yang pertama debitur mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan yang kedua dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Ketika debitur dinyatakan pailit akibat dijatuhkannya putusan kepailitan, hal ini mempunyai pengaruh bagi debitur dan harta kekayaannya, ditentukan dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, debitur demi hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya, artinya debitur pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Perlu diperhatikan juga bahwa berlakunya akibat hukum tersebut tidak semuanya sama, ada yang perlu dimintakan oleh pihak tertentu dan ada juga perlu persetujuan institusi tertentu, tetapi ada juga yang berlaku karena hukum.
Berdasarkan ketentuan tersebut ada beberapa akibat hukum yang terjadi jika debitur dipailitkan seperti berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur, dilakukan kompensasi utang dengan memperhatikan pasal 51-53 UU Kepailitan, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya terhitung sejak pukul 00.00 dari hari putusan pailit diucapkan, berlaku juga ketentuan pidana bagi debitur pailit bila merugikan kreditur, seperti peminjaman uang, pengalihan aset, membuat pengeluaran yang sebenarnya tidak ada dan segala sesuatu yang ditentukan dalam buku kedua KUHPidana. Selain itu ada beberapa akibat hukum terhadap kreditur jika debitur pailit yaitu mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi harta kepailitan, sesuai dengan besar tagihan masing-masing, dimana kreditur preferen seperti pemegang piutang yang diistemewakan, pemegang gadai, pemegang hipotek, pemegang hak tanggungan, dan pemegang jaminan fidusia, mempunyai kedudukan yang diutamakan atau mendahului kreditur-kreditur lain (kreditur konkuren).
(Reyuka/Red LPM-UBB)