LPM Alternatif, Balunijuk – Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Bangka Belitung (BEM KM UBB) menggelar diskusi isu pendidikan pada Jum’at (22/12) di Gazebo Ormawa Center yang membahas tentang isu biaya kuliah dan dampaknya terhadap mahasiswa. Dalam diskusi tersebut, Ihsan Kamil dari Sekolah Mahasiswa Progresif dan David Panjaitan, Menteri Advokesma BEM KM UBB sebagai pemateri.
“Besaran biaya kuliah di UBB ditentukan berdasarkan slip gaji orang tua, tetapi banyak mahasiswa yang menghadapi kendala ketika mengunggah slip gaji dan pekerjaan yang tidak sesuai sehingga besaran golongan UKT yang dikeluarkan tidak sesuai dengan penghasilan orang tua. Ketidakjelasan peraturan terkait penurunan UKT terhadap mahasiswa/i yang orang tuanya tidak bekerja lagi atau dalam kondisi sakit sehingga tidak bekerja mengakibatkan beberapa mahasiswa menghadapi pilihan yang sulit, seperti keluar dari UBB, membayar cicilan, atau membayar secara kontan. Perlunya penanganan permasalahan ini diharapkan untuk kepengurusan tahun depan dapat menyikapi persoalan-persoalan ini serta dapat memberikan solusi yang lebih baik.” ungkap David.
“Penentuan penerima KIP-K dan besaran UKT yang ditolak KIP-K ditentukan langsung oleh pihak birokrasi. Biro yang akan menyeleksi mahasiswa/i yang akan mendaftar KIP. Mirisnya adalah dari total 500-1000 yang mendaftar sebagai mahasiswa KIP yang menyeleksi hanyalah tiga orang dan seleksinya itu hanya melalui wawancara online melalui goggle meet yang menampakkan rumah dari depan dan belakang. Jadi, ada tiga orang yang menetapkan nama-nama penerima KIP dan tiga orang ini juga yang menetapkan besaran golongan UKT. Artinya, kita kekurangan sumber daya manusia yang seharusnya birokrat lebih memperhatikan lagi secara dalam mengenai penetapan golongan UKT dan bila perlu ditambah lagi orang yang akan menetapkannya.” pungkas David.
“Biaya kuliah di Universitas yang ada di Indonesia setelah GATT (General Agreement On Trade in Services) tahun 1997. Dengan diratafikasinya WTO Agreement oleh Indonesia, maka Indonesia terikat dan wajib tunduk untuk mematuhinya. Ketika itu, Indonesia sedang mengalami krisis moneter di rezim Soeharto sehingga Indonesia dipaksa untuk mengurangi beban anggaran APBN untuk penyelenggaraan layanan sosial termasuk biaya pendidikan. Implikasinya, alokasi anggaran pendidikan dalam APBN hanya sekitar 20% dari tahun ke tahun.” Ujar Ihsan Kamil.
Diskusi juga menyoroti legitimasi Perguruan Tinggi sejak tahun 2012, yang menetapkan bahwa biaya penyelenggaraan berasal dari negara dan partisipasi masyarakat. Ini menjadi embrio bagi mekanisme subsidi silang yang diatur oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui UKT BKT.
BEM KM UBB mengambil langkah solidaritas dengan menyelenggarakan dana bantuan biaya pendidikan terhadap mahasiswa/i KM UBB yang mengalami kesulitan dalam membayar UKT. Dana solidaritas pendidikan yang terkumpul dari kegiatan galang dana pada Dies Natalis dan On Fire Cup, serta warung solidaritas kurang lebih Rp6.600.000,00 diharapkan dapat membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT agar tetap melanjutkan kuliah.
Kegiatan tersebut diakhiri dengan penyerahan simbolis bantuan solidaritas pendidikan kepada 6 mahasiswa/i yang berhak untuk mendapatkan bantuan setelah melalui beberapa tahapan seleksi.
Reporter: Anggie Tri Syafitri dan Debri Liani
Penulis: Anggie Tri Syafitri
Editor: Debri Liani