Hukum adalah sebuah alat yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku manusia itu sendiri agar tidak melampau batasan sosial yang telah ada. Hukum sama juga dengan norma namun bedanya hukum memiliki sifat paksaan yang lebih kuat ketimbang norma yang ada di budaya masyarakat.
Sifat paksaan tersebut berasal dari adanya sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelanggar dan juga aparat hukum yang senantiasa menjaga ketertiban. Berbicara soal pemberdayaan dalam hukum, hal tersebut sangatlah penting mengingat adanya yang komponen hukum yang dituangkan ke dalam berbagai pasal yang jumlahnya sangat banyak.
Namun, tetap saja ada individu yang melanggar hukum dikarenakan beberapa perihal. Seperti misalkan himpitan ekonomi, sudah banyak kita melihat kasus dimana rakyat kecil terpaksa mencuri dan hal yang dicuri pun seadanya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup.
Dilihat dari sisi hukum, hal tersebut tentu saja salah namun bagaimana jika dilihat dari sisi sosial? tentunya itu akan mengguncang sisi kemanusiaan kita semua. Bagaimana jika ada seorang ibu yang mencuri hanya untuk memberi makan anaknya yang kelaparan, sepatutnya daripada memenjarakan lebih baik jika diselesaikan secara kekeluargaan. Pandangan ini dikenal lagi sebagai restorative justice.
Kembali lagi ke dalam bahasan pemberdayaan, kita telah menyadari bahwa hukum tertuang ke dalam beragam pasal yang tentunya sangat banyak. Akademisi hukum tentu mempelajari sedemikian banyaknya pasal tersebut, namun tidak dengan masyarakat awam. Di masyarakat awam, hukum lebih diketahui melalui norma budaya, bukan dari pasal-pasal yang ada.
Lebih jelasnya lagi, masyarakat awam tahu bahwa mencuri atau melakukan tindak kekerasan itu sangat tidak boleh dilakukan karena memang itu merupakan norma dasar yang diajarkan semenjak kecil baik itu melalui asuhan orang tua maupun agama. Masyarakat juga tahu bahwa tindakan tersebut dapat dikenai pasal sekian dalam hukum, namun hanya secara garis besar seperti melakukan tindakan kekerasan jika dilaporkan ke kepolisian maka akan didenda maupun di penjara. Akan tetapi, besar denda dan durasi waktu penjara inilah yang tidak diketahui oleh masyarakat awam.
Selain karena himpitan ekonomi dan sebagainya yang terkait, terkadang masyarakat melakukan aksi pelanggaran hukum karena tidak mengetahui secara pasti apa dampak dari aksinya tersebut. Maka, perlunya pemberdayaan yang kontinus agar masyarakat lebih memahami sisi hukum yang keras tersebut.
Restorative justice adalah sebuah indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang bisa saling memahami. Hendaknya, pemerintah yang menjadi parlemen utama dalam tatanan hukum, memberikan pemberdayaan hukum dengan cara menugaskan sejumlah perangkat yang disebarluaskan pada setiap daerah atau desa di Indonesia, peran dari perangkat inilah yang memberikan konsultasi maupun pendampingan pada masyarakat terkait permasalahan hukum yang ditemui.
Seringkali konsultasi maupun pendampingan masyarakat dilakukan oleh LSM, itupun tidak langsung dapat menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Segala sesuatu yang bersangkutan dengan hukum pastinya dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang mahal atau memerlukan uang yang banyak. Parahnya, praktek menyodorkan uang lebih dikenal oleh masyarakat dalam masalah hukum. Setidaknya, iklan layanan masyarakat seperti di baliho dan sebagainya memuat lebih banyak informasi tentang hukum agar masyarakat lebih memahami tatanan hukum yang berlaku.