LPM Alternatif, Balunijuk — Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., mendatangi Universitas Bangka Belitung (UBB). Ia datang guna mengisi kuliah umum bertajuk “Tantangan Pemilu 2024: Peran Mahkamah Konstitusi dan Perguruan Tinggi” pada Jumat (20/10) di Ruang Balai Besar Peradaban, Gedung Rektorat UBB.
Kuliah umum ini berlangsung pada 13.00–15.00 WIB. Acara dikhususkan untuk mahasiswa Fakultas Hukum yang ada jadwal kelas di kisaran waktu tersebut, sehingga kuliah umum ini menjadi jam pengganti.
Kuliah umum ini dilaksanakan secara tertutup dengan penjagaan ketat. Perwakilan BEM KM UBB dan tim LPM Alternatif tidak diperbolehkan memasuki Gedung Rektorat UBB. Hanya satu awak LPM Alternatif yang dapat masuk. Itupun karena ia salah satu mahasiswa FH yang menjadi partisipan acara.
Kedatangan Anwar Usman, Ketua MK, menarik perhatian kalangan mahasiswa. Mengingat kontroversi Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang menerima permohonan uji materi mengenai batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun. Klausul mengenai capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun dimohon untuk diubah menjadi “berusia minimal 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah”.
Putusan ini menjadi kontroversi karena dinilai publik mengotak-atik hukum untuk memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo yang saat ini menjadi Walikota Solo, sebagai cawapres. Padahal, ia belum menginjak usia 40 tahun.
“Bagaimana tanggapan Prof (Anwar Usman) terhadap kontroversi yang sedang ramai saat ini mengenai putusan batas usia capres-cawapres?” tanya Aldy, satu-satunya awak LPM Alternatif yang dapat mengikuti kuliah umum ini.
Anwar mengatakan bahwa hakim tidak boleh berpendapat atas putusan yang telah dikeluarkannya atau hakim lain. Maka, Yolan Kurniawan, asistennya, yang akan memberi tanggapan.
“Pemohon melayangkan 10 permohonan. Batas usia adalah salah satu permohonannya. Sembilan permohonannya yang lain sedang diproses. Permohonan ini diterima karena pemohon cerdas. Ia melamapui asas nebis in idem atau perkara yang sama tidak boleh diadili kedua kalinya,” jelas Yolan.
“Adanya pro dan kontra itu biasa. Seharusnya itu (pencalonan capres-cawapres) tidak lagi dibatasi. Right to vote dan right to candidate itu terdapat dalam satu poin yang sama. Maksudnya, keduanya memiliki timbal balik. Sehingga, jika kita telah memiliki hak untuk memilih, maka kita juga telah punya hak untuk dipilih sebagai kandidat,” tambahnya.
Sebaliknya, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dalam publikasi mereka menilai bahwa putusan ini bermasalah. Sebab, putusan ini sarat konflik kepentingan, tidak konsisten, dan dapat menjatuhkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia.
Penghalangan Pers dan Mahasiswa
Oleh karena tak kunjung diperbolehkan masuk Gedung Rektorat UBB, sekitar pukul 14.00 WIB, perwakilan BEM KM UBB dan tim LPM Alternatif bernegosiasi dengan pihak kampus. Upaya ini berlangsung alot dan akhirnya gagal.
“Kuliah umum ini khusus untuk mahasiswa FH. Di luar itu, tidak ada yang boleh masuk,” ujar Agus Susanto, Humas UBB, yang menghalau pintu utama Gedung Rektorat UBB didampingi sejumlah petugas keamanan kampus.
Perwakilan BEM KM UBB dan LPM Alternatif mempertanyakan larangan ini. Sebab, meski mahasiswa fakultas lain tidak diperkenankan masuk, seharusnya tidak ada alasan untuk menghalau pers mahasiswa meliput. “Media lokal saja kami batasi. Hanya Bangka Pos yang mendapat izin meliput acara ini,” katanya.
Menjelang 15.00 WIB, menurut Sepri Sumartono, wartawan Bangka Pos, dalam catatan kronologis BEM KM UBB, ia menyaksikan Andi Firdaus Purnama, Ketua BEM KM UBB, dikelilingi sejumlah orang dari pihak kampus. Andi ditahan di depan pintu Ruang Balai Besar Peradaban karena mencoba masuk dan menyampaikan aspirasi.
Melihat penghalangan aspirasi mahasiswa ini, Sepri merekam video peristiwa. Namun, berselang beberapa menit, ia ketahuan oleh Agus Susanto. Agus segera mencengkeram lengan kanannya dan mengancam akan melapor ke pihak kantor.
Namun, Sepri tetap melanjutkan liputan dan mengikuti Anwar Usman, Ketua MK, dalam situasi didorong dan sesekali disikut pihak keamanan kampus. Kamera handphone yang ia pakai juga ditutup-tutupi oleh tangan pihak keamanan kampus. Meski begitu, ia akhirnya berhasil mewawancarai Anwar Usman.
“Saya kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh Humas dan Tim Pengamanan UBB yang membatasi peliputan pers. Padahal, ini acara seremonial kuliah umum saja,” ujar Sepri. “Peliputan penyampaian aspirasi mahasiswa yang dihalang-halangi dan wawancara Ketua MK juga dipersulit.”
Sementara itu, di waktu yang hampir bersamaan, perwakilan BEM KM UBB hendak melakukan aksi simbolik dengan membentangkan poster protes di depan jalur keluar Gedung Rektorat UBB.
Upaya ini sempat dihalangi pihak keamanan kampus dengan alasan akan menghalangi jalan. Setelah sedikit bernegosiasi, poster sempat diperbolehkan untuk dibentangkan.
Namun, pihak keamanan ternyata bersikukuh menghalangi aksi simbolik. Mereka berdiri berbaris menghalangi tulisan poster. Puncaknya, semua poster ditarik paksa oleh pihak kampus.
Reporter: Aldy Christian Tarigan, Kevin Aryatama, Muhammad Ghias Saputra, Salwa Nabila, & Zahra Zarina
Penulis: Zahra Zarina
Editor: Kevin Aryatama