Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat kepada Bapak Dr. Dr. Ibrahim, S.Fil., M.Si atas terpilihnya sebagai Rektor Universitas Bangka Belitung periode 2020-2024. Semoga Beliau amanah dalam menjalankan roda kepemimpinannya di Kampus Terpadu demi Unggul Membangun Peradaban.
Universitas Bangka Belitung merupakan cita-cita seluruh masyarakat Bangka Belitung untuk mendirikan perguruan tinggi berbasis Universitas setelah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di paripurnakan. Tanggal 12 April yang akan datang, genap sudah 14 tahun kampus ini berdiri dan menjadi tujuan terselenggaranya pendidikan yang layak bagi mahasiswa.
Namun selama itu pula, masih tersimpan berbagai permasalahan yang harus segera dibenahi oleh kampus ini. Tulisan ini dibuat bukan untuk menyinggung pihak-pihak tertentu, melainkan untuk menjadi pertimbangan demi kampus peradaban yang lebih ramah terhadap mahasiswa.
Semenjak Desember lalu Organisasi Mahasiswa di UBB berada dalam puncak kekacauan. Terbitnya peraturan Rektor Nomor 2 tahun 2019 tentang kemahasiswaan ditenggarai menjadi biang keladi permasalahan. Akibatnya, batal terlaksana Pemilihan Umum Mahasiswa Pimpinan tinggi Ormawa di Universitas Bangka Belitung yaitu Presiden Mahasiswa KM UBB. Bahkan Pemilihan Gubernur Mahasiswa seharusnya digelar pada bulan Desember 2019 terundur pelaksanaannya sampai bulan Februari 2020.
Hal ini menandakan bahwa UBB sudah tak lagi bersahabat dengan para Ormawa. Jika di telisik lagi, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi pasal 2 yang berbunyi “Organisasi kemahasiswaan di Perguruan Tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa,” tidak sesuai dengan realita lapangan yang ada di kampus ini.
Pasal-pasal yang semestinya membuat mahasiswa menjadi teratur, kini menjadi tak teratur karena merenggut hak dan kebebasan insan akademis dalam berorganisasi. Sistem yang hanya mahasiswa itu sendiri ketahui, perlahan dimasuki dengan dalih regenerasi tuk capai ormawa yang berprestasi-Katanya.
Hari ini, mahasiswa berbondong-bondong berkumpul serta berserikat untuk menyampaikan pendapat kepada para birokrat atas segala keresahan mereka tentang Peraturan Rektor yang tak kunjung terselesaikan. Namun itikad baik tak dibalas baik. Rektor dan Ketua Senat yang seharusnya bertanggung jawab atas terbitnya peraturan tersebut malah bersembunyi tanpa ada alasan yang kuat, membiarkan para Mahasiswa berkutat tanpa kejelasan.
Tak diragukan lagi, aksi tak berjalan sesuai rencana. Bakar ban seolah-olah menjadi hal yang salah di mata mereka. Berawal dari tindakan yang dilakukan oleh oknum keamanan, ricuh pun tak terhindarkan. Siapa yang patut disalahkan? Apakah pihak keamanan? Ataukah mahasiswa?
Yang menjadi perhatian ialah tidak adanya peran Wakil Rektor 1 bidang Kemahasiswaan dalam menuntaskan permasalahan ini. Seharusnya jauh sebelum aksi ini digelar beliau perlu membuka ruang diskusi untuk menyelesaikan hal tersebut. Tapi perlu kawan-kawan ketahui, Baik pihak BEM maupun DPM Universitas telah berusaha untuk mengajukan audiensi. Namun apa daya SK Kepengurusan mereka telah habis sejak Desember lalu, bahkan beliau mengatakan bahwa BEM dan DPM sudah tidak lagi berlaku karena legalitas itu tadi telah habis masanya sehingga tak digubrisnya surat mereka.
Tindakan yang Mahasiswa lakukan saat ini sudahlah benar, bentuk perlawanan mahasiswa merupakan hasil dari tidak adanya negosiasi antara pimpinan birokrat dengan pimpinan ormawa guna membicarakan solusi terbaik dari permasalahan ini. Pihak keamanan tak bisa disalahkan dalam kejadian ini, pun begitu mahasiswa yang melakukan aksi setelah munculnya surat edaran larangan beraktivitas di lingkungan kampus. Yang sepatutnya disalahkan yaitu pihak rektorat yang mengaku sebagai orang tua tapi tak mau mendengarkan aspirasi dari anak-anaknya.
Maka dari itu, saya selaku mahasiswa yang menuntut keadilan menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA kepada para birokrat kampus peradaban. Semoga dengan adanya kejadian tersebut membuat petinggi lebih berpikir mana yang baik untuk mahasiswa, dan mana yang lebih layak untuk dijalankan mahasiswa.
(AL/Red LPM UBB)