Deby Ramadhani
Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP UBB
Ketika ditanya definisi wanita cantik itu seperti apa maka yang muncul adalah stereotype melalui bentuk visual seperti wanita cantik itu harus yang berkulit putih, badan langsing, rambut lurus, mancung, dan tinggi. Hal ini tak terlepas dari peran media yang mengkonstruksikan standar kecantikan melalui iklan yang dibuat. Levine & Harrison (2004) mengungkapkan bahwa media dapat membentuk gambaran standar kecantikan dan seksualitas yang terlihat sempurna tetapi sebenarnya tidak mungkin dicapai. Selain itu, Wilcox & Laird (2000) menemukan bahwa paparan media merupakan salah satu faktor yang dapat memediasi seseorang dalam menginternalisasi konsep ideal tentang kecantikan.
Standar-standar kecantikan yang tercipta di dalam masyarakat merupakan penguatan dari media salah satunya media massa yaitu televisi. Saat ini banyak sekali iklan-iklan di televisi yang menampilkan suatu produk kecantikan dengan memakai model iklan perempuan berkulit putih, langsing, dan tentunya berambut lurus. Apabila konsumen ingin memiliki kulit putih, berambut lurus, dan langsing maka harus menggunakan produk tersebut. Dengan adanya konsep ini maka akan berkembang stereotype bahwa perempuan cantik selalu identik dengan konsep kecantikan tersebut, hal ini membuat perempuan selalu berusaha keras merombak penampilannya agar masyarakat menilai cantik dan akan selalu berusaha untuk menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan apa kata sosial budaya masyarakat mengenai konsep kecantikan tersebut (Hidajadi, 2000). Standar inilah yang pada akhirnya mempengaruhi bagaimana wanita menghargai dirinya. Banyak pula perempuan yang kemudian merasa tidak cantik karena tidak memiliki kriteria standar kecantikan yang dibuat media, pada akhirnya hal ini membuat perempuan menjadi rendah diri. Bagi perempuan yang sudah terobsesi untuk mengikuti standar kecantikan yang ditampilkan di televisi maka mereka akan berupaya untuk melakukan berbagai cara untuk mencapainya seperti melakukan diet ketat, melakukan operasi, hingga melakukan suntik putih. Kesemua upaya ini tentunya dapat membahayakan diri mereka sendiri apabila tidak dilakukan dengan tindakan yang benar. Tanpa disadari, perempuan telah menjadi korban dari konstruksi cantik yang dibangun oleh media beserta para antek-anteknya. Perempuan kemudian ditekan dengan berbagai standar kecantikan sehingga perempuan berlomba-lomba untuk menjadi cantik yang dibuat oleh media. Hal ini pada akhirnya membuat perempuan melupakan hal yang paling penting yaitu mencintai dirinya sendiri.
Selain media massa, media sosial juga mempunyai peran yang besar dalam Mengkonstruksikan Standar kecantikan. Media massa dan media sosial memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang paling mendasar adalah media sosial tidak memiliki izin/legalitas dalam melakukan penyebaran informasi sehingga tingkat ketidakbenaran dalam menyampaikan informasi sangat tinggi, berbeda dengan media massa yang memiliki pengawasan yang cukup ketat dalam penyebaran informasi. Contohnya saja saat ini banyak sekali bertebaran produk-produk kecantikan yang dijual melalui online yang menampilkan testimoni wajah yang putih dan langsing berkat produk yang mereka jual tanpa adanya bpom. Hal seperti ini tentu sangat membahayakan dan termasuk ke dalam bentuk penipuan karena dapat memberikan dampak buruk kepada konsumen yang membelinya. Seperti yang baru-baru ini terjadi pada Tanggal 8 Februari 2021 dimana Subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar menciduk pabrik kosmetik ilegal di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Para tersangka melabeli kosmetik buatannya itu dengan merek Cream Susu Domba dan Cream Ling Shi dengan khasiat memutihkan dan menjualnya seharga Rp35.000 per bungkusnya. Para tersangka menjual produknya melalui media sosial dan juga dipasarkan ke toko-toko dengan memperoleh keuntungan hingga 55 juta satu bulan. Dengan keuntungan sebanyak itu membuktikan bahwa ternyata masih banyak perempuan yang tertipu membeli produk abal-abal untuk putih tanpa mengetahui efek sampingnya. Impian untuk memiliki kulit yang putih sirna dan besar kemungkinan membuat kulit mereka malah menjadi rusak.
Lalu bagaimana definisi cantik yang sesungguhnya? Penulis tertarik dengan kata-kata dari Najwa Shihab yang mengatakan bahwa “kecantikan itu bukan hanya kata benda, Kecantikan seharusnya juga kata kerja. seseorang menjadi cantik karena tindakannya, karena perbuatannya, karena aktivitasnya, barangsiapa sanggup berbuat baik kepada sesama, sanggup menggerakan sekitar untuk melakukan hal-hal baik, bisa memperlihatkan kerja-kerja konkrit, ia mengubah dan menggubah itulah secantik-cantiknya perempuan”. Artinya bahwa perempuan cantik bukan hanya dinilai dari fisiknya saja namun bagaimana ia bisa percaya diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bagaimana ia bisa bermimpi dan mempunyai empati. Penulis berharap kedepannya para perempuan tidak lagi didikte oleh standar kecantikan yang tidak memanusiakan manusia. Kalian semua cantik tak peduli apapun warna kulit kalian entah itu hitam atau putih, tak peduli rambut kalian ikal atau lurus, tak peduli kalian gendut atau kurus. Karena Pada akhirnya kecantikan itu adalah tentang persepsi, dengan kita percaya diri maka orang akan melihat cantik berdasarkan versi kita. Oleh karena itu temukanlah definisi cantik mu sendiri.
(Deby Ramadhani/Red LPM UBB)