Muhammad Hugen, mahasiswa Sosiologi, Universitas Bangka Belitung
Belakangan ini warga +62 dikagetkan dengan kasus bunuh diri yang meningkat, terhitung sejak bulan januari sampai juni 2023 telah tercatat 663 kasus pelaporan bunuh diri berdasarkan data Polri yang menurut kementrian kesehatan didominasi oleh faktor depresi. Angka tersebut meningkat sebesar 36,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021 (486 kasus). Provinsi tertinggi angka bunuh diri adalah Jawa Tengah (253), Jawa Timur (128), Bali (61), dan Jawa Barat (39). Tak hanya depresi yang menjadi faktor kasus bunuh diri, faktor lainnya seperti penyakit kronis, penyalahgunaan zat, trauma kekerasan, faktor sosial ekonomi, hingga putus cinta pun umum menjadi pendorong keinginan bunuh diri.
Bunuh diri adalah salah satu fenomena sosial yang tak bisa dihindari yang disebabkan oleh faktor sosial yaitu karena runtuhnya hubungan sosial atau kebalikannya yakni keterikatan yang kuat dari hubungan sosial. Kita dapat melihat suatu tindakan bunuh diri dari fenomena yang terjadi didalam masyarakat yang memiliki penyebab dan bentuk yang berbeda-beda. Namun ternyata fenomena bunuh diri yang terjadi ini bukan merupakan karakteristik penyakit jiwa pada diri manusia. Pembuktian bunuh diri dari faktor internal manusia adalah sesuatu yang kurang empiris dan tidak dapat menyimpulkan apapun karena tidak ada satupun manusia yang ingin melukai ataupun menghancurkan dirinya sendiri.
Tidak adanya ruang dan keberanian bercerita didalam keluarga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kasus bunuh diri, berbagai tuntutan dan tekanan yang dirasakan remaja dan sering kali diabaikan oleh pihak manapun termasuk dalam pihak keluarga. Padahal tidak semua remaja bisa terbiasa akan tuntutan dan tekanan tersebut yang kadang kali mereka perlu juga dukungan dari internal keluarga. Pada dasarnya keluarga berfungsi untuk memastikan bahwa tiap anggota keluarganya sehat dan aman baik secara fisik ataupun batin, memberikan sarana dan prasana untuk mengembangkan kemampuan sebagai bekal di kehidupan sosial dalam menanamkan nilai sosial dan budaya. Dalam hal ini jelas bahwa orangtua layak memberikan kasih sayang, penerimaan, penghargaan, pengakuan, dan arahan kepada anaknya. Hal hal seperti inilah yang seharusnya tetap ada dilingkungan terkecil dalam keluarga untuk menghindari hal hal negatif seperti kasus bunuh diri tersebut.
Media sosial juga menjadi salah satu faktor pendorong tertinggi terjadinya bunuh diri dilihat dari banyaknya fakta yang terjadi. Media sosial merupakan dunia kedua manusia yang didalamnya terdapat konten konten yang membahas mengenai persaingan ideologi, kekayaan, kepopuleran, dan sebagainya. Paparan konten media sosial dinilai memiliki pengaruh yang besar terhadap tindakan individu dimana yang berlebihan terhadap media sosial dapat memberikan dampak untuk penggunanya seperti masalah kesehatan mental depresi dan bunuh diri. Adanya konten konten yang tersebar seakan memangil dan menuntut mereka untuk berlomba menunjukkan identitas diri yang tujuannya untuk mendapatkan kesenangan pribadi meskipun pada akhirnya, mereka akan melakukan cara apa saja untuk meningkatkan status sosial.
Banyak kasus bunuh diri bermula dari depresi yang tidak menemukan jalan keluar, baik itu karena masalah asmara, keluarga, kuliah, atau pertemanan. Sungguh miris rasanya melihat kedaan seperti ini, namun inilah suatu kenyataan yang harus diseriuskan dan disikapi bersama karena hal ini sudah menyangkut masalah nyawa manusia. Tak ada yang perlu disalahkan dalam kasus seperti ini, tiap individu mempunyai keterbatasan ada yang kuat dan ada yang kurang kuat dalam mengontrol diri sendiri. Sudah seharusnya kita menciptakan ruang ruang yang membuat ketenangan untuk individu dalam meluapkan emosi, tekanan dan hal lain yang membatasi diri mereka untuk bergerak.