Salah satu keputusan yang berdampak kepada keuangan yaitu keputusan untuk berhutang. Utang adalah dana yang digunakan dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan tujuan keuangan lainnya. Utang bisa berupa konsumtif yaitu memenuhi kebutuhan konsumsi tanpa bisa menaikkan aset atau bisa menjadi utang yang produktif jika dipergunakan untuk membeli barang atau aset lain yang nilainya bisa naik dan menambah penghasilan, misalnya membuka usaha atau modal kerja. Walaupun dapat memberi manfaat tetap akan ada mudharat bagi keuangan, utang bisa menjadi solusi tetapi solusi terakhir hanya apabila keadaan memang terhimpit dan terdesak.
Bagaimana dengan utang Pemerintah yang mengalami kenaikan setiap periodenya? Utang Pemerintah pusat membengkak. Periode April 2021 meroket menjadi Rp 6.527,29 triliun. Dengan jumlah itu, rasio utang Pemerintah mencapai 41,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah itu bertambah Rp 82,22 triliun dibandingkan dengan akhir bulan sebesar Rp 6.445,07 triliun.
Ekonom Institute for Development for Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan bahwa utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perbankan dan non perbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai Rp 2.143 triliun. Jadi total utang publik mencapai Rp 8.504 triliun, diperkirakan diakhir periode pemerintahan akan mewariskan lebih dari Rp 10.000 triliun kepada Presiden berikutnya. Pada tahun 2019 utang yang diputuskan di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 921,5 triliun, keperluan tersebut untuk membayar bunga, pokok, dan sisanya menambal kebutuhan defisit. Tahun lalu, rencananya utang ingin ditekan menjadi Rp 651,1 triliun tetap karena krisis dan pandemi mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan hampir 2 kali lipat menjadi Rp 1.226 triliun. Perubahan-perubahan tersebut diungkapkan Didik mencerminkan perilaku labil dan seenak sendiri dari penguasa. Akibatnya setiap tahun kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga plus cicilan utang luar negeri Pemerintah yang tidak termasuk swasta pada tahun 2020 mencapai Rp 772 triliun. Setiap orang bahkan bayi yang baru lahir sudah memiliki utang yang harus ditanggung dan diperkirakan mencapai 13 juta perkepala. Pada akhirnya yang akan menanggung adalah rakyat.
Utang digunakan Pemerintah untuk pembelanjaan dan pembangunan dalam berbagai bentuk yang diberikan kepada masyarakat baik itu berupa perlindungan sosial, jaminan kesehatan, UMKM, infrastruktur dan lainnya. Jika secara pandang ekonomi kapitalis memang akan menguntungkan dan meringankan beban Pemerintah, tetapi jika pembiayaan tersebut menurun maka program-program Pemerintahpun akan ikut menurun. Dan dampaknya menuju ke masyarakat, Pemerintah akan membebankan semuanya kepada Rakyat, pajak akan dinaikkan, subsidi akan dikurangi dan beban lain yang akan terjadi dimasa depan. Dan lebih parahnya lagi demi menutupi defisit Pemerintah kembali menambah utang atau mencetak uang baru yang akan menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya inflasi bahkan hiperinflasi. Inilah penyebab-penyebab yang secara mengejutkan akan datang dimasa depan jika negara terus mengandalkan dana utang.
Bagaimana Islam beserta sistemnya melakukan pembangunan menyejahterakan tanpa bergantung pada utang? Perlu kita ketahui bahwa utang merupakan alat dari sistem ekonomi kapitalis karena utang didalamnya menerapkan sistem riba dan didalam islam ini termasuk perbuatan yang haram dilakukan. Dengan cara inilah para penguasa dapat mendapatkan keuntungan secara cepat dan lagi-lagi asas manfaat selalu didahulukan hanya untuk mementingkan kekayaan diri sendiri. Ada dua jalan islam menumbuhkan perekonomian.
Pertama, membuat kebijakan ekonomi dibidang pertanian dengan meningkatkan produksi bahan makanan, bidang perdagangan dan industri dengan membuat bahan pakaian dari kapas, bulu domba, dan sutera. Dan produk pertanian yang diminati pasar luar negeri. Perdagangan dalam Islam tidak memungut pajak jadi masyarakat dapat bebas melakukan perdagangan. Dibidang perindustrian negara akan bekerja keras memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan dalam negeri, tidak dikuasai oleh pihak asing tetapi memang untuk kesejahteraan rakyatnya.
Kedua, didalam Islam baitul mal yang membiayai pembangunan infrastruktur utama seperti sekolah, jalan, rumah sakit, dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu, baitul mal akan menjaga segala pembangunan infrastruktur yang dibuat agar masyarakat dapat terus merasakan manfaatnya.
Wallahu ‘alam bishowab
(Nur Halimah/Red LPM UBB)