LPM UBB, Balunijuk – Dimas Aditya Nugraha selaku Gubernur Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (BEM FH UBB) angkat bicara bahwa dirinya bersama Yoziandika selaku wakilnya telah menghadap Dwi Hariyadi selaku Dekan Fakultas Hukum untuk ikut serta dalam aksi penyampaian aspirasi dengan fokus masalah Polemik Peraturan Rektor di depan gedung rektorat UBB pada 19 Maret 2020 lalu yang berakhir ricuh. Hingga membuat UBB membentuk tim investigasi atas kejadian tersebut untuk memberikan sanksi kepada mahasiswa yang terlibat.

Pada Jumat, 8 Mei 2020 di Gedung Fakultas Hukum UBB, Surat keputusan sanksi diberikan langsung oleh Dekan FH UBB kepada Dimas dan 2 orang mahasiswa FH lainnya yaitu Suhargo yang merupakan Mantan Gubernur Mahasiswa tahun 2019 yang bahkan sama sekali tidak hadir dalam aksi dan Mifta yang merupakan anggota BEM aktif saat ini.

“Saya sempat melakukan pembelaan pada saat itu, cuma saya rasa sudah tidak berdampak terhadap surat keputusan sanksi tersebut,” ucap Dimas.

‘’Dekan harusnya sudah tahu dan tidak dapat menyangkal akan kedatangan saya dan Yoziandika menyampaikan izin untuk keterlibatan kami dalam aksi tersebut. Sudah mendapatkan izin penuh darinya untuk datang, selain itu saya juga menjelaskan maksud dan tujuan datang untuk menyampaikan Orasi dan pesan Aspirasi selaku Gubernur Mahasiswa dengan fokus permasalahan aksi ini yaitu peraturan Rektor,” tambah Dimas.

Dimas merasa kecewa serta dijebak dengan simalakama pemikiran Dekan yang dinilai plin-plan dalam memberikan izin untuk datang aksi, namun hal tersebut berujung diberikannya sanksi dengan rekomendasi Tim Investigasi dan Tim Disiplin Rektorat UBB yang tidak ada kejelasan letak kesalahan dirinya dimana terkait aksi ricuh tersebut, lantaran Dimas merasa dirinya tak pernah melakukan kekerasan verbal maupun fisik serta Dimas juga menyayangkan tindakan Dwi Hariyadi mengeluarkan Surat Keputusan Sanksi akademik terhadap Dimas berupa Sanksi Teguran Lisan, Pembatalan Mata Kuliah Pancasila dan Sanksi Kerja Sosial padahal sudah ada obrolan dirinya pribadi kepada Dekan yang telah ditemui dalam ruangan untuk prihal aksi serta instens berkomunikasi melalui daring pada saat seusai aksi.

‘’Kejelasan yang saya tanyakan disini kenapa sanksi tersebut harus diberikan, padahal Dekan telah memberikan izin kepada saya untuk datang pada aksi tersebut. Alhasil, Kebijakan sanksi yang dikeluarkan Dekan secara langsung pun terkesan hasil jebakan atas izin yang ia berikan kepada saya untuk datang pada aksi tersebuttersebut,” sambungnya.

Selain itu juga Dimas menyampaikan bahwa hasil tim investigasi atas dirinya tidak pernah dikeluarkan dalam bentuk kesimpulan mengapa dirinya dipersalahkan, sedangkan Dimas merasa dirinya tak pernah terlibat dalam kericuhan dan kekerasan selama aksi. Terutama sanksi dan investigasi yang dilakukan secara tebang pilih membuat Dimas berpikir bahwa sanksi tersebut tak adil.

“Analoginya begini coba bayangkan saja jika ada 300 orang yang ikut serta dalam aksi aspirasi yang ricuh kemudian yang dihukum hanya sebagaian orang saja. Hal tersebut jelas telah melanggar asas Equality Before The Law pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Sehingga dalam hal ini adanya ketidakadilan oleh UBB dalam memberikan sanksi,” tutup Dimas.

(Red LPM UBB)

By Mental

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *