Windah Nur Fatimah
Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung
Di tengah maraknya pandemi Covid-19 di Indonesia hingga saat ini yang menyebabkan kemunduran terutama pada bidang ekonomi, yang salah satu contoh dengan banyaknya kasus kepailitan yang terjadi di Indonesia. Banyaknya perusahaan yang menyatakan dirinya pailit atau bahkan dari pihak yang berwenang mengeluarkan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga. Pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang ini terkandung dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Yang mana pada Pasal 1 Ayat (1) “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang”
Berdasarkan pengertian kepailitan diatas maka dapat ditarik makna bahwa pernyataan pailit ini bertujuan untuk melindungi hak kreditur apabila debitur mengalami kerugian, bangkrut, atau bahkan sudah tidak mampu lagi membayar utang kepada kreditur. Namun tentu saja pengajuan mengenai syarat- syarat kepailitan juga telah diatur dalam undang-undang sehingga adanya pembatasan hukum dan tidak sewenang-wenangnya debitur untuk menyatakan dirinya pailit hanya untuk terbebas dari utang si kreditur.
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan mengenai syarat dinyatakan pailit adalah: Pertama, ada dua atau lebih kreditur “Kreditur” disini mencakup baik kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen. Kedua, ada utang yang telah jatuh. Ketiga, kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditur dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.
Sehingga berdasarkan pada pasal tersebut, apabila debitur telah memenuhi syarat tersebut maka Pengadilan Niaga berhak untuk menerima permohonan pailit yang dinyatakan oleh debitur tersebut, namun sebaliknya apabila tidak mencukupi syarat tersebut maka pengadilan niaga berhak menolak permohonan pailit yang diajukan debitur.
Namun disini kaitannya, dengan adanya pernyataan pailit maka dapat dinyatakan bahwa kepailitan merupakan sebuah solusi bagi debitor yang sudah tidak mampu lagi membayar utang kepada kreditur, tetapi dalam hal ini juga merupakan sebuah masalah baru bagi kreditur konkuren. Yang mana kreditur ini dibedakan menjadi 3 macam yaitu: Pertama, Kreditur Preferen diartikan sebagai kreditur yang memiliki hak istimewa. Hak istimewa adalah hak kreditur untuk didahulukan daripada kreditur lainnya karena alasan yang sah menurut hukum seperti karena diperintahkan oleh undang-undang. Kedua, Kreditur Separatis adalah kreditur yang memegang hak jaminan seperti hak gadai, hak jaminan, hak hipotek dan hak-hak jaminan atas kebendaan lainnya. Terakhir, Kreditur Konkuren adalah kreditur yang tidak memegang hak jaminan namun memiliki hak untuk menagih debitur karena memiliki tagihan yang dapat ditagih terhadap debitur yang didasarkan pada perjanjian (R.Indra).
Berdasarkan pengertian diatas Kreditur Konkuren ini tidak memegang hak jaminan sehingga apabila debitur pailit Kreditur Konkuren dinomor terakhirkan dalam pembayaran utangnya debitur. Sehingga menimbulkan masalah baru bagi Kreditur Konkuren. Sedangkan untuk Kreditur Separatis dan Kreditur Preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.
(Windah Nur Fatimah/Red LPM-UBB)