Talk show Lingkar Diskusi Gender dalam rangka peringatan Internasional Women’s Day. Foto oleh Medinfo Alternatif.

LPM Alternatif, Pangkalpinang – Talk show dalam rangka peringatan International Women’s Day (IWD) 2024 pada Sabtu (9/3) berlangsung dengan lancar. Bertempat di Wilhelmina Park, Taman Sari, Pangkalpinang.  Dimulai sejak pukul 10.00-16.30 WIB. Dihadiri oleh para peserta dari berbagai kalangan khususnya remaja. Kegiatan dibuka dengan pembacaan deklarasi manifesto “Apa Arti Menjadi Feminis di Bangka Belitung” oleh tim Lingkar Diskusi Gender (LDG).

“…….Kita adalah kelas buruh dan kelas menengah yang lahir dan tumbuh dalam eksploitasi kapitalisme Bangka Belitung. Anak-anak muda yang tidak memiliki kepastian ekonomi dan masa depan, namun harus mendisiplinkan diri mengikuti konstruksi dan tuntutan masyarakat….” https://docs.google.com/document/d/1BwUpGgKHqBT1dgoqrogEH7cjV6N5s2BGWyfpaIc0sJ0/edit?usp=drivesdk

Pameran pakaian korban kekerasan seksual yang dialami secara langsung, baik perlakuan verbal maupun fisik. Foto oleh Debri/Alternatif.

Dilanjutkan pengenalan pameran bukti korban kekerasan seksual dan penyampaian harapan kepada para perempuan melalui secarik kertas. Pada talk show yang mengusung tema “Lawan Segala Bentuk Penindasan, Ketidakadilan, Diskriminasi Terhadap Kaum Perempuan dan Kaum-kaum yang Termarjinalkan” itu, terpampang dengan jelas pada spanduk yang bertuliskan ‘Merdeka dari Kekerasan, Ciptakan Ruang Aman’.

Pada kegiatan ini terdapat dua sesi talk show yang dihadiri oleh 4 pembicara terpilih. Pada sesi pertama diisi oleh materi yang masih sangat tabu di kalangan masyarakat yakni mengenai “Pernikahan Anak dan Kekerasan Berbasis Gender” oleh Lia Bonita Anggraeni dan Alfin Dwi Rahmawan. Lalu dilanjutkan sesi kedua, membahas mengenai “Pengantar Kekerasan Seksual” yang disampaikan oleh Kevin Aryatama dan Suchi Melinda.

“Sangat menarik dan saya mendapatkan banyak insight baru mengenai kesetaraan gender. Melalui forum seperti ini kita bisa mengembangkan pengetahuan seperti bagaimana jika ada orang-orang di sekitar kita yang menjadi korban dan kita bisa memberikan solusi dengan baik tidak hanya asal-asalan”, ujar Aura selaku peserta talk show International Women’s Day 2024.

Untuk mendampingi korban kekerasan seksual utamakan empati dan ciptakan ruang aman (support system) bagi korban untuk bercerita, merespons ketika korban bercerita, utamakan kebutuhan dan kenyamanan korban, utamakan pemulihan korban bukan penghakiman pelaku, bantu korban untuk menyadari hak dan kebutuhannya untuk mengakses layanan pemulihan/konseling berperspektif feminis, follow up perkembangan pemulihan korban, serta pemetaan kebutuhan korban.

Beberapa tantangan penanganan kekerasan seksual seperti UU TPKS sudah ada, namun implementasi belum maksimal. Seperti, pihak yang berwenang (aparat, dll) tidak memiliki pemahaman dasar soal KBG dan bahkan menyudutkan korban, jejaring advokasi khususnya yang berorientasi pada pendampingan dan pemulihan korban belum maksimal, layanan konseling KS (kekerasan seksual), lembaga bantuan hukum yang berperspektif gender dan spesialis isu KS.

Di akhir kegiatan seluruh peserta talk show menyuarakan tuntutan untuk perempuan dan minoritas gender dalam peringatan International Women’s Day

Kekerasan:

  1. Menuntut komitmen dan pengawalan negara terhadap pelaksanaan UU TPKS.
  2. Menuntut komitmen dan pengawalan kampus-kampus di Bangka Belitung terhadap pelaksanaan Permendikbud No.30 Tahun 2021 (Permen PPKS).
  3. Ciptakan iklim penegakkan hukum berperspektif gender seperti pendidikan pendampingan korban kekerasan berbasis gender, khususnya bagi kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan.
  4. Usut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Buruh:

  1. Cabut Omnibus Law.
  2. Mendorong pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan rancangan kebijakan lain yang mendorong kesejahteraan dan perlindungan buruh.
  3. Mendorong rancangan kebijakan yang memiliki visi menciptakan lingkungan kerja yang inklusif terhadap  kelompok marginal berdasarkan kelas sosial, gender, ras, ability.

Agraria:

  1. Cabut UU Minerba.
  2. Hentikan eksploitasi alam yang dilakukan perusahaan dan negara melalui industry ekstraktif.
  3. Hentikan kriminalisasi aktivis pro lingkungan, serta masyarakat miskin kota, masyarakat desa, dan masyarakat adat yang memperjuangkan kedaulatan ruang hidupnya dari perampasan lahan.

Disabilitas:

  1. Menuntut negara menciptakan kebijakan yang memiliki perspektif inklusif dan mendorong keadilan pelayanan public bagi disabilitas.
  2. Cabut UU ITE dan hentikan segala praktik pembungkaman demokrasi yang dilakukan negara.

Kesehatan Reproduksi:

  1. Revisi UU Perkawinan dan sudahi praktik pernikahan anak.
  2. Menuntut pemerintah untuk menciptakan kurikulum edukasi seks di lembaga pendidikan formal yang komprehensif, berperspektif inklusif, dan berperspektif gender.

Reporter: Debri Liani dan Salwa Nabila

Penulis: Salwa Nabila

Editor: Amila Salsabila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *