Media sosial telah menjadi platform yang menjembatani manusia dalam hal interaksi sosial. jika dulu manusia harus bertemu secara langsung atau hadir secara fisik di suatu tempat untuk berinteraksi secara langsung. Kini manusia hanya perlu membuka smartphone-nya dan membuka aplikasi media sosial untuk melakukan interaksi sosial. media sosial seperti facebook dan whatsapp memiliki fitur video calling yang sangat mempermudah manusia dalam berinteraksi sosial.
Media sosial kini menjelma menjadi teater panggung sosial yang baru. Teori dramaturgi Erving Goffman secara garis besar menjelaskan bahwa individu memiliki back stage dan front stage nya masing-masing dengan kehidupan sosialnya sebagai panggung utama.
Di back stage, individu akan berperilaku apa adanya sesuai yang ia inginkan atau senyaman-nyamannya bagi dia. Di back stage ini juga individu akan mempersiapkan ‘perilaku’ yang akan ditampilkan di front stage kelak. Front stage dan back stage ini memiliki kaitan dengan immpression management (Mutia, 2017).
Impression management sendiri ialah tata kelola perilaku yang dilakukan individu agar memberikan kesan (terhadap orang lain) yang sesuai dengan keinginan individu tersebut. adapun yang menginisiasi impression management ini sendiri didasari pada rasa gengsi, harga diri hingga tujuan tertentu. Perilaku seperti memakai barang-barang mewah dan tidak ingin memakai sesuatu yang tidak ‘branded’ dilakukan agar bisa dicap sebagai seseorang yang berasal dari golongan elit sehingga ia bisa dihormati atau disegani oleh banyak orang.
Sebenarnya banyak hal yang mendasari impression management ini, tergantung dari individunya itu sendiri. Setiap orang mempunyai pemikirannya masing-masing. Kita bisa melihat bahwa ada sekumpulan individu yang membentuk sebuah komunitas berdasarkan hobi tertentu. Ini menandakan pemikiran individu yang berbeda-beda tersebut kadang kala mencapai sebuah rana yang sama dengan individu lain. Namun hal ini juga mengindikasikan bahwa perbedaan pemikiran juga lazim ditemukan. Untuk menyamaratakan pemikiran dari sekelompok individu atau kesan ini maka diperlukanlah impression management.
Terlepas dari seperti apa kesan yang di inginkan individu, impression management adalah suatu simbolisme yang menyatakan perkembangan intelektualitas sosial manusia. Media sosial adalah panggung teater baru bagi manusia. Manusia ibarat memainkan sebuah drama dimana kehidupan adalah panggungnya dan penontonnnya adalah orang lain yang berinteraksi dengannya.
Tentunya dalam memainkan sebuah drama, seorang aktor (individu) harus berakting agar bisa menyampaikan inti sari dari drama yang dimainkan kepada penonton (orang lain). Namun inti sari yang ingin disampaikan bisa disesuaikan dengan keinginan aktor itu sendiri atau orang lain. Disini akan terdapat front stage dan back stage seperti yang telah dikemukakan di awal.
Front stage memiliki andil dalam mengatur bagaimana kesan tersampaikan ke orang lain. Front stage adalah panggung depan dimana drama berlangsung. Segala perilaku yang terpampang disana merupakan manifestasi dari keinginan sang aktor dan juga keinginan orang lain.
Kenapa penulis menyebut adanya keinginan orang lain dalam front stage tersebut?
Walau sebenarnya kesan yang ingin disampaikan oleh aktor disesuaikan dengan keinginan sang aktor itu sendiri namun dalam pembentukan ide atau alam bawah sadarnya masih dipengaruhi dari tuntutan atau manifestasi orang lain terhadap dirinya. Misalkan, sebut saja individu A ialah seorang siswa SMA. Ketika di lingkungan sekolah atau pendidikan (front stage), individu A tersebut bersikap layaknya siswa SMA pada umumnya. Seperti berpakaian rapi, membawa tas atau buku, sering ke perpustakaan hingga bertutur kata baik. Keinginan sang aktor dapat kita lihat dari sikap tersebut, dimana aktor ingin ia dikenal sebagai mahasiswa yang memiliki perangai baik dan sempurna namun disisi lain juga sebenarnya aktor melakukan tersebut karena tidak ingin mengecewakan manifestasi orang lain terhadap dirinya. Orang lain disekitar front stage yang bisa kita anggap sebagai penonton, mengharapkan aktor tersebut bersikap sesuai dengan peran yang ia dalami. Pengharapan tersebut terwujud dalam bentuk norma-norma tertulis maupun tak tertulis. Misalnya aturan berseragam atau berpakaian yang kerap kali kita temui di sekolah di berbagai jenjang pendidikan. Hal tersebut adalah keinginan yang termanifestasi terlepas dari sifat memaksa atau tidaknya.
Kemudian, backstage adalah tempat dimana aktor bisa bernafas lega atau bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus terjerat dengan manifestasi keinginan orang lain dan juga bisa mempersiapkan segala hal yang akan ditampilkan di front stage kelak.
Media sosial, Panggung Teater Baru bagi Kehidupan Manusia
Panggung teater kehidupan manusia dulunya terbatas pada aktivitas individu di depan masyarakat. entah itu gotong royong, bersekolah hingga sekedar hang out bersama teman sepergaulan. Selama itu mempunyai penonton, dalam artian orang lain yang memperhatikan. Maka layak disebut sebagai panggung teater. Di media sosial sekarang ini banyak orang-orang yang mengekspresikan dirinya dalam berbagai hal. Status hingga postingan publik menjadi media yang banyak digandrungi oleh banyak orang dalam memanifestasikan dirinya kepada orang lain. Kita dapat mengartikan status atau postingan publik di media sosial sebagai front stage yang mutakhir karena dapat menjangkau banyak orang sekaligus selama tersedianya koneksi internet di dalamnya.
Di tiktok, media sosial yang sedang melambung tinggi di era saat ini, mempunyai banyak pengguna yang kerap kali memposting sebuah video tiktok dengan berbagai lini seperti dalam hal makanan, fashion, berbagi informasi tips & trick hingga sekedar memberikan hal terkini tentang yang ia lakukan.
Front stage dapat di identifikasi melalui video tiktokers tersebut, dimana mereka mencoba melakukan impression management. Kenapa demikian?, dapat kita lihat di video tiktokers, dalam hal food vlogger misalnya. Selalu memberikan tampilan makanan yang enak, ekspersi wajah yang begitu menikmati makanan hingga bentuk tubuh yang langsing walau terus-terusan memakan makanan yang banyak. Demikian hal tersebut dilakukan demi mendapatkan kesan yang baik dari penonton. Dengan baiknya kesan, maka akan semakin banyak orang yang berdatangan untuk menonton dan kemudian memberikan keuntungan seperti banyaknya endorse dari luar.
Citra dalam media sosial sangatlah penting, bila ingin populer maka harus bisa memberikan kesan yang baik kepada orang lain. Manusia adalah makhluk yang sangat baik dalam intelektualitas sosialnya. Pada akhirnya, manusia tidak bisa lepas bentuk perilakunya dari pengaruh orang lain.
Referensi : Mutia, T. (2018). Generasi Milenial, Instagram Dan Dramaturgi: Suatu Fenomena Dalam Pengelolaan Kesan Ditinjau Dari Perspektif Komunikasi Islam. An-Nida’, 41(2), 240-251.