Penulis: Gilang Virginiawan (Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan UBB)

Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB menetapkan 8 Juni sebagai Hari Laut Sedunia melalui resolusi pada 5 Desember 2008. Gagasan Hari Laut Sedunia pertama kali diusulkan pada 1992 di KTT Bumi di Rio de Janeiro Brazil.

Esensi dari peringatan Hari Laut Sedunia adalah untuk merayakan lautan dunia kita bersama dan hubungan pribadi antara manusia dengan laut, serta untuk meningkatkan kesadaran manusia tentang peran penting lautan dalam kehidupan dan cara yang dapat dilakukan manusia untuk melindungi lautan.

Tujuan peringatan Hari Laut Sedunia adalah:

  1. Untuk mengingatkan masyarakat tentang dampak tindakan manusia terhadap lautan;
  2. Mendorong gerakan warga dunia untuk peduli lautan;
  3. Memobilisasi dan menyatukan populasi dunia dalam sebuah proyek untuk pengelolaan lautan dunia secara berkelanjutan.

Bangka Belitung Sebagai provinsi kepulauan yang luas wilayah lautannya mencapai 65.301 kilometer persegi, empat kali luas wilayah daratan 16.424 kilometer persegi. Tentunya luas wilayah berbanding lurus dengan potensi kekayaan alam serta potensi mata pencaharian masyarakat BABEL, yang artinya potensi kekayaan alam BABEL banyak tersimpan di balik keindahan hanparan luas lautan Bangka Belitung.

Berbagai gerakan sebagai bentuk kepudulian akan kelestarian ekologi lautan telah banyak di lakukan, baik dari lembaga-lembaga tingkat Internasional, Nasional sampai dengan daerah. Berbicara kelestarian laut artinya kita sedang berbicara tentang pemanfaatan dan pengelolaan lautan secara berkelanjutan dengan mengedepankan aspek-aspek lingkungan, sosial dan budaya. Namun dibeberapa wilayah hal ini cenderung menjadi sia-sia, sebab diciderai oleh oknum yang tidak bertanggung jawab melalui praktek-praktek yang tidak bisa dipertanggung jawabkan pula

Ketersediaan kekayaan alam Non-Hayati berupa Timah di lautan BABEL telah menjadi dilema tersendiri dalam hal tata kelola, yang tidak jarang menjadi latar belakang di balik terjadinya beberapa Konflik Horizontal dalam hal ini nelayan dan pihak penambang. Namun sebagai warga negara dari negara Hukum serta tunduk dan patuh pada ketentuan dan peraturan Undang-undang, adalah keharusan mendudukkan persoalan ini sesuai aturannya.

Regulasi-regulasi yang mengatur tentang pengelolaan laut adalah pijakan setiap orang untuk menjalankannya, apa lagi aparat penegak hukum yang kehadirannya memang untuk menegakkan proses hukum di negeri ini. Adanya praktik-praktik yang bersifat ilegal terhadap ekploitasi sumber daya alam, adalah bukti bentuk ketidak seriusan dalam penegakkan hukum dan menjaga anugerah Tuhan terhadap bangsa Indonesia.

Fakta dan kesaksian bersama bahwa hingga hari ini, masih sangat banyak ditemukan praktek-praktek ilegal terhadap eksploitasi sumber daya alam seperti ilegal mining yang terjadi di beberapa wilayah perairan BABEL. Hal ini yang kemudian berdampak terhadap kelangsungan kelestarian ekologi, sosial, dan budaya.

Adanya dugaan pembiaran terhadap praktek ilegal mining oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini POLDA BABEL justru secara jelas telah berdampak dan merugikan beberapa kelompok masyarakat hingga merugikan negara. Pasalnya ilegal mining ini dilakukan di wilayah yang tidak diperuntukkan untuk aktivitas tambang, yaitu diperuntukkan sebagai zona tangkap dan pariwisata seperti yang terjadi di wilayah perairan Teluk Kelabat Dalam.

Dalam momentum peringatan hari laut dunia ini, harusnya menjadi titik tolak terhadap buruknya pengelolaan laut di Bangka Belitung. Tidak berlebihan rasanya jika disebut “Pengecut” apabila Kapolda BABEL tidak berani mengerahkan anggotanya untuk melakukan penertiban terhadap praktek-praktek ilegal mining di kawasan Teluk Kelabat Dalam dan beberapa wilayah lainnya.

Jika masih bersikap acuh tak acuh terhadap persoalan ini, berarti juga bagian dari pihak yang mengkhianati resolusi PBB tentang penetapan hari laut sedunia pada tanggal 8 Juni.

(Gilang Virginawan/Red LPM UBB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *