Oleh : Ramsyah Al Akhab (Mahasiswa Universitas Bangka Belitung)

Berjalan satu tahun sejak Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kemahasiswaan diterapkan di kampus peradaban, Univesitas Bangka Belitung. Peraturan yang banyak mengikis semangat dan nalar kritis Mahasiswa. Peraturan yang harapnya dapat menjadi pedoman untuk pemerintahan Mahasiswa Universitas Bangka Belitung walaupun harus mengkibiri hak demokrasi Mahasiswa untuk mengurus rumahnya sendiri. Peraturan yang dipaksa ditegakkan di tengah laut penolakan Mahasiswa. Peraturan yang telah sukses menusuk mati jiwa para revolusioner dengan selembar kertas skorsing.

Walau baru berjalan satu tahun, banyak dinamika yang telah mewarnai perjalanan peraturan Rektor Nomor 2 tahun 2019 baik dari warna abu-abu saat pembuatannya sampai warna merah darah dalam penolakannya. Sudah sepatutnya kita sebagai kaum intelektual (Mahasiswa) menilik dan mengkoreksi penerapan peraturan tersebut di lapangan. Jangan sampai keringat yang telah menetes dan waktu terbuang menjadi sia-sia dengan implementasi peraturan yang tidak tepat dan kongkrit.

Tulisan yang sedang Anda baca saat ini dimaksud untuk melihat penerapan peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2019 di lapangan pemerintahan Mahasiswa Universitas Bangka Belitung. Apakah peraturan yang dipertahankan dengan hegemoni rektorat berjalan sesuai dengan aturan tersebut.

Bila ditilik secara keseluruhan maka tidak salah bila dikatakan bahwa implementasi peraturan rektor adalah nilai merah untuk rapor rektorat. Sangat jelas telah terjadi kesalahan yang terus menerus dipertahankan tanpa ada iktikad baik untuk perbaikan. Pasalnya telah terjadi ketidakpastian hukum dalam implementasinya.

Sebagaimana dasar utama pembuatan produk hukum yaitu: kepastian hukum, kemamfaatan dan keadilan. Dalam implementasinya telah melanggar pasal tertentu dan tetap berusaha mempertahankan pasal yang lainnya. Melanggar pasal 20 ayat 3 poin (b) dan pasal 23 ayat 3 poin (b) tentang tugas DPM: memilih dan menetapkan formatur dan med-formatur BEM. Sampai saat ini sangat jelas bahwa pemilihan ketua BEM dilakukan secara Pemilu tidak dengan parlementer di DPM. Tetapi pelanggaran yang nyata ini tidak mendapat sanksi sama sekali. Bahkan seolah-olah dilogowokan oleh pihak rektorat tanpa ada ketegasan untuk penegakan peraturan.

Pada sisi lain, penegakan keras terjadi untuk mempertahankan pasal 28 ayat 3 poin (b) dan (c) tentang kepengurusan dan anggota terkait maksimal semester dan minimal IPK.

Tidak sulit menebak kenapa hal tersebut dapat terjadi. Karena sampai saat ini, pembuat peraturan rektor (Senat) tidak tahu kondisi dan kebutuhan pemerintahan Mahasiswa di Universitas Bangka Belitung (atau bisa jadi langsung salin tempel lalu tambah peraturan IPK dan semester tanpa ada pembahasan lebih dalam). Tentu hal ini berakibat pada ketidaksinkronnan peraturan dan kebutuhan Mahasiswa seperti yang terjadi saat ini.

Bila ditilik jauh kebelakang (dalam proses pembuatan Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2019) ada beberapa hal yang telah dilanggar dan tidak diterapkan secara maksimal sehingga pasal-pasal dan implementasi peraturan rektor saat ini di pemerintahan Mahasiswa Universitas Bangka Belitung sangat tampak acak adul dan dipaksakan.

Pertama, telah melanggar pasal 57 di Peraturan Nomor 3 Tahun 2018 tentang tata cara penetapan peraturan senat Universitas, peraturan rektor dan keputusan rektor. Yang semestinya dijadikan acuan utama dalam pembuatan Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2019. Dinyatakan melanggar karena tidak adanya pembahasan bersama Mahasiswa. sebagaimana ayat (1) Sivitas Akademika berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Peraturan Rektor dan ayat (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui : rapat dengar pendapat; kunjungan kerja; sosialisasi dan/atau seminar, lokarya dan/atau diskusi.

Kemudian, Tidak memperhatikan keputusan Kemendikbud nomor 155 tahun 1998 tentang pedoman umum organisasi kemahasiwaan di perguruan tinggi. Padahal dijadikan dasar mengingat dalam pembuatan peraturan rektor nomor 2 tahun 2019. Bahkan telah melanggar Pasal 2 yang menyatakan: “Organisasi kemahasiswaan di Perguruan Tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa”. Kemudian dalam Pasal 6: “Derajat kebebasan dan mekanisme tanggungjawab organisasi kemahasiswaan intra Perguruan Tinggi terhadap Perguruan Tinggi ditetapkan melalui kesepakatan antara mahasiswa dengan pimpinan Perguruan Tinggi dengan tetap berpedoman bahwa pimpinan Perguruan Tinggi merupakan penanggungjawab segala kegiatan di Perguruan Tinggi dan/atau yang mengatasnamakan Perguruan Tinggi”.

Mahasiswa adalah kaum intelektual. Seorang terpelajar sudah harus berlaku adil sejak dalam pemikiran. Saat ini nyata telah terjadi kesalahan dalam implementasi peraturan rektor nomor 2 tahun 2019 dalam pemerintahan mahasiswa Universitas Bangka Belitung. Saat kita diam melihat kesalahan maka itu adalah kejahatan. Kita harus kembali bersatu untuk satu suara guna merubah peraturan rektor nomor 2 tahun 2019. HIDUP MAHASISWA!

(Ramsyah Al Akhab/Red LPM UBB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *