Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2019 sebesar 5,02% dan melambat jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 5,7%. Melambatnya perekonomian ini dijelaskan oleh Kepala BPS, Suhriyanto disebabkan oleh perang dagang antara AS dan China sehingga harga-harga komoditas masih berfluktuasi.
Mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai angka 5,02% di tahun 2019 kemarin, presiden Joko Widodo menilai seharusnya hal ini patut disyukuri. Menurutnya, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain terutama G20, Indonesia patut bersyukur dan jangan kufur nikmat.

Melihat realitas pertumbuhan ekonomi yang masih jauh dari kata mensejahterakan, bukannya malah mengoreksi diri justru rakyat diminta bersyukur atas kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan. Padahal, kufur nikmat sendiri adalah terminologi Islam yang tidak tepat jika dikaitkan dengan stagnasi ekonomi Indonesia. Kufur nikmat adalah sikap atau perbuatan mengingkari nikmat-nikmat yang Allah berikan dan menggunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat dan berpaling dan perintah Allah SWT.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an surah Ibrahim ayat 28-30, “Tidakkah kau perhatikan akan orang-orang yang mengganti nikmat Allah degan kekufuran. Mereka menghalalkan kaumnya (apa saja) yang ada di dunia. Jahannam, mereka akan dilemparkan ke dalamnya. Maka itulah seburuk-buruknya tempat tinggal. Yaitu orang-orang yang menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan agar mereka bisa menghalangi manusia dari jalan Allah, katakanlah bersenang-senanglah kalian karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah neraka.”

Sejatinya penguasa adalah pelayan bagi rakyat bukan pengobral janji dan nasihat semata. Sungguh amat disayangkan, negeri yang kaya dengan nikmat kekayaan alam tidak mampu menjadi negara adidaya dan berpengaruh. Justru perekonomiannya sangat dipengaruhi oleh negara-negara imperialis semacam China dan AS.

Seharusnya stagnasi ekonomi ini justru menyadarkan kita bahwa ini adalah buah kemalangan dari diterapkan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Sehingga seluruh kekayaan negeri dimonopoli para kapitalis dengan legalitas dari tangan-tangan penguasa yang berkhianat dari rakyatnya. Mirisnya, rakyatlah yang harus menanggung kesengsaraannya.

Jika saja negeri ini mau berbenah, hanya perlu merubah kebijakan-kebijakan kapitalistik menjadi kebijakan Islami. Maka tentu saja nikmat kekayaan alam negeri ini akan manis dirasakan. Islam memandang bahwa negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dengan bukti bukan hanya janji.

Sistem Islam akan melakukan periayahan SDA dengan ketentuan Islam. Dalam halnya komoditi SDA dengan jumlah besar seperti hutan, tambang, laut dan industrinya semua itu harus dikelola oleh negara dan hasilnya didistribusikan kepada rakyat secara adil dan merata. Periayahan ini tentu berbeda dengan sistem kapitalisme yang meberlakukan pasar bebas dan investasi bagi swasta dan korporasi. Akibatnya monopoli SDA pun terjadi seperti saat ini.

Namun jika kita kembali kepada aturan Pencipta Alam Semesta maka insyaa Allah kesejahteraan dan kemakmuran yang dicita-citakan akan terwujud. Allah SWT berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi kebanyakan mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”, (TQS. Al-A’raf:96).

(Red LPM-UBB)

By Moral

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *