Oleh : Meiiko
Berita duka kembali datang dari pusat ibukota. Di malam hari yang sunyi manusia-manusia yang dipundaknya rakyat embankan amanah dan beribu pengharapan mengesahkan suatu kebijakan yang justru menjadi pedang yang menikam rakyat.
Kaum buruh yang menjadi kaum mayoritas masyarakat Indonesia menjadi korban penikaman amat ganas ini. Dilansir dari detik news bahwa Kesepakatan soal RUU ini diambil dalam rapat paripurna yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020) (https://news.detik.com/berita/d-5201308/omnibus-law-ruu-cipta-kerja-disahkan-ini-pasal-pasal-yang-jadi-sorotan)
Beberapa hal yang sangat menjadi sorotan kaum buruh dalam RUU Cipta Kerja ini adalah penghapusan upah minimum, lebih panjangnya jam lembur, kontrak seumur hidup dan rentan akan PHK, hingga perekrutan Tenaga Kerja Asing (TKA) akan sangat mudah (https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/05/184950065/disahkan-ini-sejumlah-poin-omnibus-law-uu-cipta-kerja-yang-menuai-sorotan?page=all#page2).
Terdengar ngeri, jauh dari kesan memanusiakan buruh yang merupakan manusia. Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan (YMB) M. Teguh Surya menyebut pemerintah dan DPR RI telah sesat dalam berpikir karena terlalu terburu-buru perihal Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) atau Omnibus Law (https://www.google.com/amp/s/depok.pikiran-rakyat.com/nasional/amp/pr-09801578/ruu-ciptaker-dibawa-ke-paripurna-dinilai-terburu-buru-ymb-pemerintah-dan-dpr-sesat-dalam-berpikir)
Dengan disahkannya Omnibus Law sama artinya menggunting pita merah yang akan memudahkan para investor melahap sumber daya yang ada di Indonesia, SDA maupun SDM. Rakyat akan semakin diperbudak dinegara sendiri. Terjajah dari segala hal.
Seharusnya para pengemban amanah rakyat itu berkaca sebelum ketuk palu dari negara-negara yang sudah memakai Omnibus Law. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pakar Hukum Tata Negara dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani bahwa Sebenarnya negara-negara yang pakai ini sudah mulai kapok menggunakan model omnibus. Karena kalau bahasa mereka kritikannya adalah, ini prosesnya sangat jauh dari proses deliberative democracy (demokrasi yang melalui diskursus)” (https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2020/02/22/15505911/dinilai-tak-demokratis-sejumlah-negara-disebut-kapok-pakai-omnibus-law)
Rakyatpun tak tinggal diam, perlawanan pun dilakukan di berbagai media sosial. Hingga tagar-tagar yang berkaitan dengan RUU Cipta Kerja berderet bertengger di jagad twitter. Namun miris memang, suara rakyat tak sampai ketelinga dan nurani mereka ketika sudah menjabat.
Kedzoliman demi kedzoliman harus dinikmati rakyat setiap harinya. Memang begitu adanya hidup dibawah sistem aturan Kapitalis, yang mana suara yang paling nyaring terdengar adalah suara pemilik modal, yang dapat menguntungkan sebagian kecil rakyat, namun menginjak sebagian yang besarnya.
Pergantian “wakil rakyat” hanya sebagai tumpuan harapan semu yang sudah sangat biasa diteguk oleh rakyat. Mereka membawa harapan tapi sejatinya tak bisa diharapkan. Demokrasi hanya menyediakan kesempatan untuk mengumbar janji, namun tidak menjamin akan adanya pemenuhan terhadap janji-janji tersebut.
Jengah memang, berada dalam sistem kapitalis sekuler ini, menguras energi dan emosi. Berbeda dengan sistem Islam yang tak akan membiarkan sekelas Khalifah pun untuk melakukan kedzaliman terhadap siapapun yang menjadi warga negara khilafah.
Kisah Umar bin Khattab membela Yahudi yang tanahnya hendak dijadikan masjid oleh gubernurnya dengan paksa menjadikan kita seharusnya tersadar, bahwa Islam sebegitu menjaga hak warga negaranya. Dalam Islam kesejahteraan buruh tidak hanya bergantung pada gaji dan pendapatan atas kerjanya saja. Namun juga menjadi kewajiban penuh bagi negara untuk menjamin kesejahteraannya.
Sumber daya Alam yang dimiliki oleh daulah dimanfaatkan dengan maksimal oleh daulah itu sendiri, tanpa melibatkan asing didalamnya. Sehingga akan banyak lapangan pekerjaan bagi umat, dan laki-laki yang masih menganggur tidak bekerja akan diberikan lapangan pekerjaan oleh Khilafah.
Banyak jiwa-jiwa lantang yang meneriakkan kegelisahannya, turun ke jalan berharap semuanya bisa menjadi lebih baik. Namun apaboleh dikata, jikalah yang diharapkan masih berkutat dalam sistem fasad, sudah berpuluh tahun juga, tapi sepertinya memang tak ada perubahan ke arah lebih baik, malah semakin menyengsarakan bukan?
Allah sudah menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan, lengkap dengan sistem aturannya, yang dituangkan dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Sebagai pencipta tentulah Allah yang paling tau apa yang seharusnya menjadi panutan ciptaanNya dalam menjalani kehidupan. Allah tak kan mungkin dzalim dalam aturannya.