Veni Rosalina
Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung

Perlindungan hukum bagi pemegang polis asuransi sangat mutlak diperlukan jika perusahaan asuransi mengalami kepailitan. Ini diperlukan untuk memberikan perlindungan akan rasa aman agar pemegang polis tidak menderita kerugian dan hak-haknya tidak terabaikan serta terpenuhi secara adil karena kepailitan perusahaan asuransi merupakan hal yang sangat ditakuti oleh perusahaan asuransi terutama oleh para pemegang polis asuransi.

Perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-undang Nonor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan serta dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Mengingat pemegang polis asuransi pada umumnya bersifat perorangan dan tidak sedikit yang kondisi ekonominya lemah berhadapan dengan perusahaan asuransi yang bisa dibilang dalam posisi kuat, maka sejumlah peraturan tersebut lebih menaruh perhatian dan perlindungan hukum kepada pemegang polis asuransi dari kemungkinan pelanggaran hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Para pemegang polis dengan segala konsekuensi atau akibat hukumnya mengikatkan diri dengan perusahaan asuransi yang diwujudkan melalui suatu perjanjian asuransi. Secara normatif dalam membuat suatu perjanjian, termasuk dalam perjanjian asuransi sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata paling tidak harus ada dua pihak yang saling mengikat perjanjian. Perjanjian dalam suatu perjanjian asuransi diwujudkan dalam bentuk polis, ini termuat dalam Pasal 255 KUHD. Pada hakikatnya sejak penandatanganan polis asuransi, pemegang polis sebenarnya sudah kurang mendapatkan perlindungan hukum oleh karena isi atau format perjanjian tersebut merupakan perjanjian baku yang sudah ditentukan oleh perusahaan asuransi dan bisa jadi ini lebih menguntungkan pihak perusahaan asuransi.

Titik awal adanya persengketaan diantara para pihak biasanya dikarenakan proses pengurusan klaim asuransi yang sukar dan berbelit-belit dan tidak jarang ditolak oleh perusahaan asuransi dengan berbagai alasan, ini bisa dibilang merupakan cikal bakal akan terjadinya wanprestasi atau ingkar janji. Ketentuan dalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perusahaan asuransi sebagai debitor wajib membayar ganti rugi setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi. Ganti rugi lebih menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, yakni kewajiban perusahaan asuransi untuk mengganti kerugian pemegang polis akibat perusahaan asuransi wanprestasi. Dimana wanprestasi tersebut dalam bentuk tidak dibayarnya klaim asuransi yang diajukan oleh para pemegang polisnya.

Suatu perusahaan asuransi tidak menutup kemungkinan dapat mengalami kepailitan jika perusahaan tersebut tidak bisa membayar klaim asuransi yang diajukan oleh para pemegang polis sehingga menimbulkan utang. Jika perusahaan asuransi mempunyai dua atau lebih kreditor piutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, maka kreditor dapat menyampaikan permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi tersebut kepada Menteri Keuangan untuk mengajukan kepada pengadilan niaga jika tidak kunjung bisa membayar klaim asuransi yang diajukan oleh pemegang polis tersebut. Dalam hal ini Menteri Keuangan berperan sebagai pembinaan dan pengawas usaha perasuransian di Indonesia dengan tujuan utama untuk melindungi kepentingan pemegang polis secara keseluruhan dan menjaga kestabilan industri perasuransian karena kepentingan pemegang polis dan pemilik perusahaaan asuransi harus dilindungi.

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Dibalik perlindungan akan rasa aman yang diberikan oleh perusahaan jasa asuransi, perusahaan asuransi seperti perusahaan lain pada umumnya tidak terlepas dari ancaman kepailitan.

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nonor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dengan demikian, sejak putusan pernyataan pailit diputuskan, perusahaan asuransi tersebut demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang termasuk dalam harta pailit. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi para pemegang polis untuk mendapatkan hak-haknya dari perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit.

Dalam hal terjadinya kepailitan perusahaan asuransi, seperti halnya kreditor secara umum, akan dilakukan pembayaran utang berdasarkan besar kecilnya piutang masing-masing. Pembayaran utang tersebut akan dilakukan menurut prioritas kedudukannya masing-masing sebagai kreditor separatis, kreditor preferen atau kreditor konkuren. Perusahaan asuransi yang dalam hal ini diwakilkan oleh kurator harus melunasi utang perusahaan asuransi yang pailit kepada kreditor menurut tingkatan prioritas. Dalam ketentuan Pasal 69 UU Kepailitan disitu disebutkan bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dalam melaksanakan pengurusan harta pailit debitor, kurator menginventarisasikan harta pailit debitor, sedangkan dalam melakukan tugas pemberesan harta pailit, kurator membayarkan utang-utang perusahaan asuransi dari hasil penjualan harta pailit debitor.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan perlindungan atau pengelolaan atas resiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain. Dalam Pasal 52 disebutkan bahwa dalam hal perusahaan asuransi dipailitkan, hak pemegang Polis atas pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya. Disini artinya haknya diutamakan dan bisa dikatakan bahwa pemegang polis mempunyai posisi sebagai kreditor preferent, yaitu kreditor yang kedudukannya didahulukan daripada kreditor lain dalam hal pembagian harta pailit suatu perusahaan asuransi. Maka dalam pembagian harta pailit, pemegang polis mempunyai hak untuk menuntut pembayaran haknya didahulukan sesuai dengan perjanjian yang sudah diperjanjikan sebelumnya.

Perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi yang mengalami kepailitan adalah bahwa dalam UU Kepailitan dan PKPU serta UU Perasuransian memberikan perlindungan hukum kepada pemegang polis tetap dilindungi dan tetap memperoleh haknya secara proporsional. Dalam hal terjadinya kepailitan, UU Kepailitan dan PKPU memberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan yang melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Sedangkan UU Perasuransian memberikan perlindungan hukum berupa penentuan kedudukan hukum pemegang polis menjadi kreditor preferen, kreditor konkuren, maupun kreditor separatis.

Upaya hukum yang dapat ditempuh pemegang polis apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit, dalam hal ini tetap mendapatkan hak-hak berupa pembayaran dari piutangnya, yaitu pemegang polis asuransi dapat menuntut hak yang menyangkut harta pailit dengan mengajukan klaim asuransi kepada kurator karena segala hak dan kewajiban perusahaan yang mengalami kepailitan berpindah tangan dan telah diambil alih oleh kurator.

(Veni Rosalina/Red-LPM-UBB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *