LPM UBB – Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengadakan diskusi dan konsolidasi bertajuk “LPM Lintas Dibekukan karena Berita: IAIN Ambon Sehat?” via Zoom pada Minggu lalu (20/3). Pembicaranya adalah Yolanda Agne, pimpinan redaksi LPM Lintas, dan Dhia Al-Uyun, perwakilan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). Jalannya forum dipandu Adil Al-Hasan, Badan Pekerja (BP) Advokasi PPMI Nasional. Forum ini diadakan untuk menyikapi pembredelan dan pembekuan LPM Lintas oleh rektorat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.

Sekilas Kronologi

Yolanda menuturkan kronologi kasus kepada seluruh peserta forum. Kasus ini bermula pada Senin (14/3) saat LPM Lintas merilis majalah edisi II Januari 2022 yang mengangkat isu pelecehan seksual di IAIN Ambon. Majalah tersebut menyatakan setidaknya ada 32 korban kekerasan seksual di IAIN Ambon dan sebagian besar pelaku adalah dosen.

Esoknya, Yusup Laisouw, ketua Jurusan Sosiologi Agama, mendatangi sekretariat LPM Lintas untuk “meluruskan” pernyataannya yang dimuat dalam majalah tersebut. Dalam pernyataan tersebut, ia meminta seorang korban untuk menghapus dan tidak menyebarluaskan bukti chat mesum dari IL, terduga pelaku.

Ia menuduh LPM Lintas tidak menyampaikan fakta sehingga melanggar kode etik. Lantas, ia mengancam Pebrianto dan Nurdin, desainer layout dan wartawan majalah tersebut, yang sedang berada di sekretariat. Setelah melempar ancaman, ia keluar ruangan. Tiga orang tidak dikenal pun masuk, membanting majalah, lalu memukul dan menendang Pebrianto dan Nurdin. Mereka juga merusak kaca jendela sekretariat LPM Lintas.

Tidak cukup sampai di situ, tindak represi rektorat IAIN Ambon masih berlanjut.

Senat IAIN Ambon memanggil para pengurus LPM Lintas pada Rabu (16/3). Dalam pemanggilan itu, LPM Lintas dipaksa untuk menyerahkan data berupa identitas korban dan pelaku.

“Tapi kami tidak mau membocorkan datanya,” ujar Yolanda dalam forum Zoom, “Kami tidak mau membahayakan korban dengan memberikan informasi privat mereka.”

Kemudian, Abdullah Marasabessy, Kepala Satuan Pengamanan, bersama sejumlah orang mendatangi dan menyuruh LPM Lintas untuk mengeluarkan seluruh peralatan di sekretariat pada Kamis (17/3). Ia mengaku mendapat perintah dari Jamaludin Bugis, Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan (AUAK). Meski begitu, ia tidak bisa menjawab ketika ditanyai apakah mereka memegang surat perintah atau tidak.

Di hari yang sama, Zainal Abidin Rahawarin, rektor IAIN Ambon mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 95 Tahun 2022. Isinya perintah pembekuan LPM Lintas sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Ia malah mengambil langkah yang memperpanjang rentetan represi, bukannya menginisiasi pembenahan masalah kekerasan seksual di kampus.

Melanggar Hukum

Dhia menjelaskan sejumlah hal yang patut digarisbawahi, seperti potensi pelanggaran hukum oleh Rektorat IAIN Ambon. Dua di antara yang ia sebutkan adalah pelanggaran Pasal 7 Perma Nomor 3 Tahun 2017 dan statuta IAIN Ambon itu sendiri.

Pemaksaan untuk membocorkan data identitas korban berpotensi pelanggaran Pasal 7 Perma Nomor 3 Tahun 2017. Menurut pasal ini, rektorat tidak berhak melakukan segala bentuk penghakiman dan intimidasi terhadap korban.

Selain itu, segala bentuk represi dari Rektorat IAIN Ambon berpotensi melanggar statutanya sendiri yang diatur dalan Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015. Dalam statuta itu, adalah kewajiban pimpinan institusi untuk menjamin kebebasan akademik sesuai perundang-undangan, serta etika dan kaidah keilmuan.

“Rektorat IAIN harus hati-hati dalam bertindak. Bisa melanggar hukum,” kata Dhia.

Reporter: Kevin Aryatama dan Zahra Zarina

Penulis: Kevin Aryatama dan Zahra Zarina

Editor: Ihtisyamul Fatimah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *