Cindy Juliasari_Sosiologi UBB

Bangka Belitung adalah pulau di Indonesia yang terkenal dengan kelimpahan sumber daya alam berupa timah, yang tentu melahirkan problematika terkait aktivitas pertambangan yang tidak pernah usai. Sebagai penduduk yang tinggal di tanah yang dianugerahi mineral berupa biji timah ini menjadikan masyarakat di Bangka Belitung akrab sekali dengan aktivitas pertambangan. Pertambangan timah menjadi sektor utama penyokong perekonomian di Bangka Belitung, namun demikian banyaknya problematika yang muncul dengan adanya aktivitas pertambangan membuat aktivitas ini perlu dipertanyakan kembali tentang keberlanjutan ke depannya.


Seperti yang diketahui, aktivitas pertambangan sama halnya dengan koin yang memiliki dua sisi yang berbeda, tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Fakta bahwa aktivitas pertambangan menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam kerusakan lingkungan di Bangka Belitung telah menjadi rahasia umum yang tidak terelakkan, bukan sekali dua kali para aktivis dan komunitas ataupun lembaga terkait lingkungan telah mengecam keberlanjutan aktivitas pertambangan ini karena besarnya dampak yang telah disumbangkan terhadap alam yang kemudian memunculkan beberapa pertanyaan seperti apakah sudah seharusnya aktivitas pertambangan timah yang telah mendarah daging bagi sistem perekonomian masyarakat Bangka Belitung ini dirombak, diganti bahkan dihentikan seperti yang banyak digaungkan oleh aktivis-aktivis lingkungan atau justru terus dipertahankan karena terbukti dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat sosial di Bangka Belitung.


Dilihat dari perspektif lain seperti ekonomi, tentu pertambangan tidak bisa disepelekan, pertambangan timah dijadikan ladang bagi masyarakat Bangka Belitung untuk menghasilkan pundi-pundi uang dan telah menjadi sumber utama pendapatan masyarakat sejak dulu sehingga dinamikanya akan selalu berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian masyarakat., bahkan menurut data BPS tahun 2016, Industri pertimahan ini telah berkontribusi terhadap aktivitas ekonomi di provinsi Bangka Belitung sebanyak 12%, yang mana angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata angka nasional yang hanya mencapai kisaran 7%.


Pertambangan timah sebagai sektor penting dalam pendapatan masyarakat ini tidak semata mata hanya berkaitan dengan aspek ekonomi saja, namun juga secara sosial budaya dimana berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, secara habitus masyarakat yang tinggal di area dengan potensi timah yang cukup berlimpah contohnya di Kabupaten Bangka Selatan cenderung sulit untuk melepaskan diri, berpindah atau beralih dari aktivitas pertambangan ini. Meskipun saat ini sektor mata pencaharian yang ada jauh lebih variatif dan minat masyarakat terhadap sektor pekerjaan lain mulai tumbuh seperti pada perkebunan kelapa sawit misalnya, namun selalu ada celah dan kesempatan bagi masyarakat untuk terus bersentuhan dengan aktivitas pertambangan ini.


Hal ini terbukti dari bagaimana aktivitas pertambangan tetap dilakukan oleh sebagian masyarakat meskipun bukan sebagai pekerjaan utama melainkan usaha atau kerja sampingan yang artinya meskipun mereka memiliki pekerjaan utama lain namun aktivitas pertambangan tetap dilakukan dengan motif untuk menambah pendapatan dan sebagainya terutama di waktu kenaikan drastis harga timah seperti saat ini, selain itu juga terdapat masyarakat yang ikut bersentuhan dengan aktivitas pertambangan namun secara tidak langsung, yakni hanya sebagai pemilik lahan pribadi yang memiliki kandungan timah didalamnya yang kemudian disewakan pada penambang ilegal dengan sistem fee atau bagi hasil.


Melonjaknya harga timah menjadi faktor pendorong aktivitas pertambangan makin digemari di masa kini, sektor pertambangan timah ini dianggap tidak membutuhkan banyak modal dan bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa ada batasan umur, tingkat pendidikan dan sebagainya, selain itu proses yang tergolong cepat dengan hasil yang cukup memuaskan membuat masyarakat cenderung memilih menambang daripada bekerja di sektor lain, contohnya bisa dibuktikan dengan mulai pudarnya eksistensi petani lada karena prosesnya yang memakan waktu yang lama dan membutuhkan kesabaran sehingga dianggap memiliki prospek yang kurang baik padahal lada merupakan salah satu sumber komoditas utama di Bangka Belitung.


Beberapa hal tersebut menunjukkan betapa masyarakat Bangka Belitung khususnya di Kabupaten Bangka Selatan secara sosial dan budaya selalu berdampingan dan terikat dengan aktivitas pertambangan ini. Masyarakat mulai dari orang dewasa bahkan anak-anak berbondong-bondong mencari dan menambang di lahan yang berpotensi besar mengandung timah dan mengambil secara eksploitatif yang kemudian tanpa mereka sadari telah menyumbang dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan. Perubahan bentang alam, terjadinya penurunan kualitas tanah dan air, meningkatnya deforestasi dan degradasi hutan, serta perubahan lahan hutan dan kebun menjadi daratan yang sangat kritis dan kolong-kolong yang berjumlah sangat banyak merupakan beberapa dampak buruk yang telah disebabkan pertambangan timah terhadap lingkungan alam di Bangka Belitung yang semakin kritis ini.


Bahkan berdasarkan data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Baturusa Cerucuk, di tahun 2017 terdapat total 12.607 lubang atau kulong (istilah lokal untuk area bekas penambangan) di Bangka Belitung yang luasnya mencapai 15.579,75 hektare dan tersebar di hampir seantero wilayah Bangka Belitung ini. Tidak hanya itu, dampak buruk yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan timah ini juga mengancam keselamatan masyarakat, berdasarkan data dari Wahana Lingkungan Hidup Babel (Walhi) terdapat 13 orang yang tewas akibat kecelakaan dalam lingkup pertambangan di Bangka Belitung. Pertambangan timah di Bangka Belitung ini juga memunculkan konflik-konflik baik antar personal maupun kelompok. Perbedaan kepentingan pada dasarnya menjadi motif mendasar dari munculnya konflik-konflik dalam aktivitas pertambangan ini. Unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan nelayan Kabupaten Bangka Selatan terhadap PT. Timah beberapa waktu yang lalu untuk menolak perizinan aktivitas pertambangan di laut Toboali dan sekitarnya itu merupakan salah satu contoh konflik dalam dinamika pertambangan di Bangka, hal ini dikarenakan perbedaan kepentingan dimana para nelayan menganggap bahwa aktivitas pertambangan ini mengganggu merusak, dan dapat membahayakan keselamatan para nelayan sekitar, konflik ini merupakan satu dari sekian banyak konflik-konflik dalam dinamika dunia pertambangan di bumi Bangka Belitung.


Lantas bagaimana dengan keberlanjutan aktivitas pertambangan ini seterusnya? Bagaimana solusi untuk mengatasi segala problematika dunia pertambangan timah di Bangka ini? Apakah sistem perekonomian pertambangan timah yang telah mendarah daging dalam masyarakat Bangka Belitung ini memang sudah seharusnya diganti dan dirombak kembali? Dan yang terakhir dan menjadi pertanyaan terpenting adalah adakah alternatif ekonomi baru yang dapat menggantikan ekonomi pertambangan timah ini dan apakah prospek yang dimiliki akan jauh lebih baik dan efisien dibanding dengan ekonomi pertimahan yang dipenuhi kontroversial ini?
Beberapa pertanyaan ini perlu dikaji dengan riset yang lebih mendalam dan perspektif yang lebih luas, sehingga tidak bisa diputuskan dengan mudah. Namun satu hal yang bisa dipastikan bahwa keberadaan aktivitas pertambangan ini memiliki pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat di Bangka Belitung baik secara langsung dan tidak langsung.


Dalam permasalahan terkait alternatif ekonomi baru pasca tambang ini terdapat beberapa alternatif ekonomi baru yang memiliki prospek baik untuk kedepannya seperti industri kelapa sawit serta agrobisnis lain seperti perkebunan alpukat dengan varietas unggulan dan lain sebagainya. Untuk saat ini industri kelapa sawit menjadi kandidat terkuat untuk menjadi alternatif ekonomi baru pasca tambang, selain memiliki prospek yang sangat baik ke depannya dikarenakan Indonesia saat ini menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sehingga permintaan terhadap produksi kelapa sawit akan semakin meningkat, industri ini dinilai tidak begitu riskan atau begitu beresiko baik terhadap aspek ekologi, politik maupun sosial dan masih dapat dikendalikan agar tidak melahirkan konflik dan kontroversi layaknya ekonomi pertimahan. Di provinsi Bangka Belitung sendiri industri kelapa sawit ini mulai merebak dan meningkat seiring berjalannya waktu, hal ini telah dibuktikan dengan kehadiran perusahaan-perusahaan yang memproduksi dan mengolah kelapa sawit yang semakin banyak, selain itu dengan adanya kenaikan harga kelapa sawit sedikit demi sedikit mulai menarik atensi masyarakat untuk mulai berganti mata pencaharian ke sektor industri kelapa sawit. Namun, adanya hype yang berlebihan terkait industri kelapa sawit ini juga perlu diperhatikan serta dikendalikan sejak dini agar tidak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan seperti pembukaan lahan yang besifat eksploitatif dan meningkatkan deforestasi ataupun degradasi hutan, melahirkan konflik-konflik lain yang mungkin bisa terjadi, dan memberikan kesempatan bagi oknum-oknum culas yang ingin meraup keuntungan pribadi.

Kerja sama dan keterlibatan aktor-aktor terkait baik itu masyarakat, perusahaan swasta maupun pemerintah sangat dibutuhkan dalam upaya merancangkan alternatif ekonomi baru yang tentunya lebih efisien dibanding ekonomi pertimahan di Bangka Belitung ini.Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa problematika pertambangan timah di Bangka bukan hanya sebatas aspek ekologi yakni permasalahan kerusakan lingkungan yang telah disebabkan namun dengan cakupan yang lebih luas dan meliputi berbagai aspek baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat lokal yang ada didalamnya. Namun untuk menggantikan ataupun merombak sistem ekonomi pertimahan ini adalah sesuatu yang tidak instan dan membutuhkan proses yang memakan waktu yang tidak sedikit, meskipun industri kelapa sawit telah dianggap dapat menggantikan ekonomi pertimahan ini namun aktivitas pertambangan timah ini tidak bisa dihilangkan begitu saja, ia masih memiliki andil yang cukup besar dalam dinamika perekonomian di Bangka Belitung, baik masyarakat maupun pihak-pihak lain butuh beradaptasi dengan adanya pergantian sistem ekonomi pertimahan yang telah mendominasi sejak dulu.

Referensi:
Pirwanda, Febri, Budi H. Pirngadie. 2015. Dampak Kegiatan Tambang Timah Inkonvensional Terhadap Perubahan Guna Lahan di Kabupaten Belitung. Bandung : Jurnal Planologi UNPAS.
Yusuf, Rasdianto Fajar. 2021. Tenggelam dalam Timah. Bangka Belitung: Detik.com.
Diakses dari : https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20210427/Tenggelam-dalam-Timah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *