Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat dan Penguatan Kapasitas Kelembagaan Suku Mapor Bangka Menuju Rintisan Desa Hutan Adat

Balunijuk, UBB – Sebanyak sepuluh orang anggota DPM KM Fisip telah melaksanakan kegiatan program penguatan kapasitas (PPK) ormawa dengan melakukan berbagai kegiatan seperti, pemetaan partisipatif wilayah adat dan hutan adat di dusun air Abik dan dusun Pejem, serta mengupayakan legalitas kelembagaan adat Mapor.

Suku Mapor merupakan salah satu suku di Indonesia yang terletak di Kepulauan Bangka Belitung, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka. Masyarakat Suku Mapur adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan yang tersebar di tiga Dusun yaitu Air Abik, Pejem, dan Tuing. Masyarakat asli suku Mapur biasa dikenal dengan istilah “orang lom”, makna kata “lom” disini diartikan bahwa masyarakat Suku Mapur masih belum memiliki kepercayaan dikarenakan mereka masih percaya kepada leluhur mereka.

Kegiatan pemetaan dan penguatan kapasitas lembaga ini dilakukan bermula karena adanya Konflik Agraria yang terjadi dan di alami Suku Mapor . mengingat betapa pentingnya menggagas pengakuan dan perlindungan hukum terhadap Masyarakat Suku Mapur, terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh tim penulis dalam memecahkan persoalan tersebut.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan tim PPK Ormawa DPM KM Fisip, diantaranya seperti ; melakukan Pemetaan Partisipatif Wilayah adat, Pemberdayaan Masyarakat melalui Penguatan Kapasitas.

Pemetaan partisipatif wilayah adat dan hutan adat – Berdasarkan konflik dan latar permasalahan, maka pemetaan wilayah adat dan hutan adat merupakan langkah yang strategis agar tidak ada konflik lebih lanjut terkait dengan sumber daya dan kepemilikan tanah. maka tentu harus melibatkan Masyarakat Suku Mapur “Orang Lom” dalam proses pemetaan wilayah adat mereka. Masyarakat harus memiliki kesempatan untuk berbicara tentang batas wilayah adat dan sumber daya yang penting bagi mereka, kerja sama dengan pihak eksternal serta kolaborasi dengan pihak eksternal seperti lembaga Penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) , dan Pemerintah untuk melakukan pemetaan yang akurat dan memadai. Pastikan pemetaan ini diakui secara hukum.

Pemberdayaan Masyarakat melalui Penguatan Kapasitas – Dengan melakukan kerja sama dengan masyarakat Suku Mapur “Orang Lom” untuk mengidentifikasi kearifan lokal, keterampilan tradisional, dan aset yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi. Dukung masyarakat Suku Mapur “Orang Lom” dalam proses pendaftaran sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) dengan bantuan hukum yang kompeten. Ini termasuk pemenuhan persyaratan hukum dan administrasi yang diperlukan. Solusi ini memerlukan kerja keras, kolaborasi, dan komitmen jangka panjang.

Selain kegiatan pemetaan wilayah dan penguatan lembaga, Tim PPK Ormawa DPM KM Fisip juga melakukan Pembangunan kantin Mamarong dan posko polisi hutan, hal ini memberikan korelasi terutama dengan adanya kantin Mamarong dan posko polisi hutan adat,  masyarakat setempat dapat terlibat dalam operasional dan pengelolaan fasilitas ini. Hal ini dapat menciptakan peluang kerja dan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.

Berdasarkan kegiatan PPK Ormawa DPM KM Fisip yang telah dilaksanakan,ada tiga hal dan poin penting yang menjadi Output yang dihasilkan. Pertama, diperlukan kegiatan pemetaan partisipatif wilayah adat Suku Mapur pasca konflik agraria. Kegiatan pemetaan partisipatif akan melibatkan segenap elemen adat dan terpusat pada Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Interaksi sosial akan terbangun, soliditas terbentuk, dan kohensisosial akan menguat. Kedua, pasca pemetaan partisipatif wilayah adat, akan didapatkan ruang-ruang hutan adat untuk fungsi perlindungan (zona inti), fungsi pemanfataan (zona pengembangan), dan fungsi pelestarian alam (zona penyangga). Pemanfaatan ruang-ruang atau lahan untuk mengindentifikasi dan menggali potensi kearifan lokal apa saja yang tersimpan di dalam hutan terlarang tersebut sehingga potensi kearifan lokal berbasis rintisan desa hutan adat perlu dimunculkan. Ketiga, program ini terintegrasi dan bermuara pada usulan pengakuan komunitas ke Bupati Bangka sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 18 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.35 Tahun 2012. Pemetaan wilayah adat dan hutan adat yang dilakukan merupakan bentuk inisiasi untuk mendaftarkan komunitas adat Mapur sebagai Masyarakat Hukum Adat dan juga Peta wilayah adat dan hutan adat adalah bahan usulan ke kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  terkait pengakuan masyarakat  hukum adat Mapur Bangka yang harus dijaga.

Editor: Shanaia Putri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *