Oleh : Maryani


Hampir genap dua tahun negeri ini dilanda pandemi COVID-19. Bencana ini mengakibatkan collaps-nya berbagai sektor khususnya ekonomi, kesehatan dan pendidikan. . Di sektor kesehatan, satu-persatu nakes mulai gugur dalam menjalankan pelayanan. Bahkan Indonesia menempati angka kematian nakes tertinggi se-asia yaitu sampai 1.891 nakes per 17 Agustus 2021. Nakes tersebut terdiri dari 640 dokter, 637 perawat, 377 bidan, 98 dokter gigi, 34 ahli gizi, 33 ahli teknologi laboratorium, dan 13 ahli kesehatan masyarakat (bbc.com pada 30/08/2021).


Tidak hanya nakes, Indonesia harus kehilangan para guru besar dan pakar dibidangnya. Tercatat sejak awal pandemi, beberapa guru besar telah gugur, diantaranya, tujuh guru besar Universitas Airlangga, m.tribunnews.com pada 18 Agustus 2021). Seorang Guru besar dan dosen Unand (regional.kompas.com pada 24/07/2021). Seorang guru besar IPB, (kompas.com pada 19/07/2021), seorang guru besar UGM (kumparan.com pada 14/07/2021). Dan1.244 guru meninggal dunia per Agustus 2021 akibat COVID-19 (cnnindonesia.com pada 01/09/2021). Bahkan tidak hanya para pendidik, MUI bahkan mencatat sekitar 900 ulama meninggal akibat covid-19.


Kegaguan kapitalisme dalam mengatasi pandemi COVID-19 betul-betul telah banyak melahirkan masalah baru. Sektor ekonomi sebagai “jantung” kapitalisme telah mengalami resesi terparah hingga menghantam 92,9% negara di dunia (Liputan6.com pada 12/11/2020). Hal ini mengakibatkan sektor kesehatan dan pendidikan mengalami collaps yang mengkhawatirkan.


Dan dalam sektor pendidikan tinggi, perkuliahan daring yang mahal mengakibatkan angka putus kuliah yang tinggi mencapai 602.208 orang dari pusat layanan pembiayaan pendidikan kemendikbudristek, rata-rata angka putus kuliah ada di perguruan tinggi swasta (PTS). Angka putus kuliah sebelumnya 18 persen dan naik menjadi 50 persen di masa pandemi (jawapos.com pada 16/08/2021).


Sejatinya pandemi COVID-19 telah menyingkap ketidakmampuan tatanan kapitalisme dalam menjawab permasalahan kehidupan. Akibat kegagalan ini, wabah yang seharusnya ditangani dengan cepat dan tepat kadung menyebar dan berdampak terhadap segala aspek kehidupan. Hal ini jelas disebabkan oleh kegaguan kapitalisme dalam mempersiapkan skenario-skenario terburuk untuk menjaga kestabilan tatanan kehidupan. Kapitalisme gagal menjaga ketahanan ekonomi hingga hal ini berpengaruh terhadap bidang kehidupan yang lain. Bahkan parahnya kapitalisme gagal menjaga kewarasan pemikiran manusia dalam memandang wabah itu sendiri. Tentu hal ini wajar mengingat kapitalisme berangkat dari paham sekularisme yang cacat dan rapuh sebagai asas kehidupan.


Maka sudah seharusnya opsi lain perlu dipertimbangkan. Sebab para pakar, ahli, guru dan nakes bukan orang-orang yang mudah dilahirkan, ditambah pada kondisi collapsnya pendidikan, membuat ancaman putus kuliah semakin menghantui mahasiswa, para calon pakar, ahli dan ulama.
Lantas bagaimana Islam mampu menjgatasi masalah ini ? Islam adalah agama paling modern (terakhir) hingga akhir zaman. Hal ini membuat Islam berbeda dengan agama samawi lainnya. Tidak cukup dimaknai sebagai kepercayaan ritual saja, Islam mampu tampil menjawab tantangan zaman dan memecahkan problematika kehidupan manusia. Daulah Islam, sebagai representasi penerapan syari’at yang mengatur hubungan sesama manusia (hablumminannaas), telah memberikan contoh bagaimana seharusnya negara mewujudkan pendidikan berkualitas dan melahirkan para intelektual, polymath dan ulama’ yang diakui kiprah keilmuannya hingga sekarang.


Seorang praktisi pendidikan Islam, Drs. Fahmy Lukman, M.Hum menjelaskan strategi daulah Islam dalam mewujudkan pendidikan berkualitas di masa pandemi sebagai berikut.
Menetapkan definisi dan tujuan pendidikan berasaskan aqidah Islam
“Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki, Shaksiyyah Islamiyyah, menguasasi pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu PITEK, dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.” Definisi dan tujuan pendidikan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia sebagai hamba yang beribadah dengan ilmu, berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi sesasama manusia. Hal ini tentu bertentangan sistem pendidikan kapitalis yang profit oriented, split personality dan economic animal yang semakin terlihat pada program MBKM yang sedang digencarkan.


Kurikulum pendidikan dibangun atas dasar aqidah Islam
Kurikulum dibangun berlandaskan aqidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas tersebut. Dipastikan waktu pelajaran untuk membentuk shaksiyyah dan menguasai tsaqofah Islam lebih banyak. Sedangkan untuk PITEK diberikan sesuai tingkat kebutuhan dan tidak terikar jenjang pendidikan format yang kaku. Kurikulum inilah yang mampu melahirkan para polymath sekaligus ulama’ di usia belia dan remaja. Adapun mengenai tsaqofah asing, mempelajarinya bukan untuk diterapkan namun untuk dibandingkan dengan tsaqofah Islam yang unggul. Peserta didik akan dipastikan telah memiliki shaksiyyah islamiyyah dan tsaqofah Islam yang matang sebelum mendapatkan pelajaran tsaqofah asing di tingkat perguruan tinggi.


Kurikulum pendidikan Islam mampu menghadapi segara kondisi (fleksibilitas). Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Uztadzah Noor Afeefa di dalam tulisannya pada laman muslimahnews.com, bahwa pengadaan kurikulum darurat pada masa pendemi tidak diperlukan. Yang harus dilakukan sebatas mengubah konten rincian pembelajaran yang butuh penyesuaian dengan kondisi.
Pengadaan guru professional.


Dalam pendidikan Islam, guru berada pada posisi yang sangat penting. Tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran secara profesional, guru juga sebagai teladan (uswah) shaksiyyah Islamiyyah bagi peserta didik. Agar menjadi panutan sekaligus profesional, guru harus mendapatkan, (a) Pengayaan guru dari sisi metodologi, (b) sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai, (c) jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional. Apalagi dalam kondisi pandemi, kesejahteraan para guru adalah hal penting yang harus diperhatikan agar guru tetap produktif melakukan pengajaran yang berkualitas demi lahirnya para intelektual, pakar, ilmuan dan ulama’ yang dibutuhkan.


Jaminan pendidikan gratis melalui politik ekonomi sesuai syari’at
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang kuat dan tidak mudah resesi sekalipun di masa pandemi. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang bertumpu pada sektor non riil dan pajak, sistem ekonomi Islam bertumpu pada sektor riil. Sumber pemasukan ekonomi didapatkan dari pos fai’, kharaj, jizyah dan khumus untuk memenuhi kebutuhan negara. Dan dari pos pengelolaan SDAE untuk memenuhi kebutuhan umat secara kolektif.


Dan dari sumber-sumber pemasukan ini, daulah Islam mampu menjamin menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi. Misalnya dengan memfasilitasi kuota internet gratis dan mudah diakses, melaksanakan pelatihan bagi guru dan dosen agar mampu menyajikan pengajaran dengan jarak jauh bagi peserta didik, menyiapkan media dan sumber belajar yang memadai untuk menopang pembelajaran, dan lain-lain. Semua fasilitas ini didapatkan oleh para penuntut ilmu tanpa harus memikirkan beban UKT yang mencekik. Insyaa Allah dengan strategi Islam ini maka para intelektual, pakar, ilmuwan, tenaga profesional dan ulama dapat terus diregenerasi.

By Mental

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *