Oleh : Nur Halimah

Kasus Covid-19 dengan varian omikron semakin menambah daftar orang yang terinfeksi. Satgas Covid-19 mendata 37.492 kasus baru infeksi virus Corona di Indonesia pada Selasa 8 Februari 2022. Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat kasus Covid-19 pada 8 Februari 2022 bertambah 83 orang. Kasus yang semakin melonjak membuat Menag semakin memperketat prokes dirumah ibadah. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan Surat Edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan dirumah ibadah. Hal ini juga serupa seperti yang disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemuka agama. Aturan terbaru terkait kegiatan keagamaan diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 tahun 2022 tentang pelaksanaan kegiatan Peribadatan atau Keagamaan di Tempat Ibadah pada masa PPKM level 3, level 2, dan level 1 Covid-19, Optimalisasi posko penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan kelurahan, serta penerapan Protokol Kesehatan 5M. Kemenag juga menginstruksikan agar pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal satu meter antar jemaah dalam peribadatan salat, seiring dengan melonjaknya kasus virus corona varian omikron di Indonesia. Selain peraturan soal jaga jarak, Kemenag juga meminta agar kegiatan peribadatan atau keagamaan paling lama dilaksanakan selama satu jam. Pengurus dan pengelola tempat ibadah juga wajib memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan.

Disaat kasus Covid-19 meningkat, selayaknya kebijakan pemerintah untuk penanganan dan penguncian wilayah segera ditegakkan. Namun akibat kesalahan kebijakan penanganan, justru yang paling dominan dipersoalkan adalah ibadah umat Islam. Terbukti dengan kebijakan yang massif disosialisasikan adalah soal pembatasan ibadah bagi muslim. Alih-alih membuat rakyat taat prokes, kesalahan penanganan seperti ini semakin banyak mendorong pelanggaran prokes. Karena banyak yang melihat kebijakan soal Covid untuk menghalangi muslim ibadah. Banyaknya kebijakan yang diterapkan malah seringkali bertabrakan dengan kebijakan lain. Seperti disaat kebijakan tentang pembatasan ibadah sementara tempat umum seperti mall, pasar, tempat wisata, tempat makan masih dibiarkan terbuka. Tidak adanya sinkronisasi antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain, tidak adanya keseriusan dan konsisten pemerintah dalam mengatasi pandemi ini. Membuat rakyat semakin masuk kedalam jurang permasalahan. Solusi yang diambil justru membuat rakyat masuk kedalam masalah yang lebih kompleks, bukan keluar dari semua permasalahan yang ada.

Demikian pula dengan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang seharusnya digunakan untuk pandemi malah sebagian besar dialihkan untuk membangun ibukota negara baru. Disaat kasus Covid-19 melonjak naik kebijakan baru terus bermunculan bahkan menghalangi dalam hal ibadah. Tetapi disaat ada dana yang katanya dibutuhkan malah dialihkan untuk hal yang tidak masuk dalam keadaan darurat saat ini. Inilah konsekuensi hidup jauh dari pengaturan syariat Islam. Kebijakan yang diterapkan hanya untuk sekedar manfaat dan materi bukan mewujudkan solusi bagi rakyat. Masyarakat sudah seharusnya sadar bahwa kita hidup dalam pengaturan yang hanya berasal dari hasil pemikiran manusia. Aturan yang hanya memikirkan kemanfaatan saja sudah seharusnya kita melakukan koreksi terhadap pengaturan hasil dari pemikiran. Merubah pola pikir bahwa aturan bukan hanya dari akal pikiran tetapi harus berbasis akidah dan aturan islam.

Terbukti dalam peradaban Islam, Islam menangani wabah dengan sangat baik dan mampu menyelesaikannya. Sistem ekonomi Islam yang terpusat dan keuangan nya yang kokoh dan teratur. Sistem pendidikan dan informasi yang membangun dan mencerdaskan umat. Ditopang dengan sistem administrasi yang memudahkan. Sistem hukum lain yang menguatkan. Adanya keterikatan antara satu sistem dengan sistem lain didalam islam semakin mengokohkan peraturan dalam islam. Bahkan didalam mengatasi pandemi pun akan cepat terselesaikan.

Kebijakan yang paling tepat dilakukan saat pandemi adalah lockdown. Seperti sabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam “Apabila kalian mendengar wabah disuatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu. Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu berada ditempat itu, maka janganlah keluar darinya”. (HR. Muslim). Dan ini pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, pada saat beliau mengunjungi Syam dan daerah Syam terkena wabah penyakit kulit yang dinamai wabah Tha’un Amwas. Kemudian beliau berdiskusi dengan Gubernur Syam yaitu Abu Ubaidah bin Al-Jarrah untuk mengikuti hadits Nabi untuk tidak masuk ke daerah Syam dan kembali pulang ke Madinah. Lockdown yang diterapkan bukan berorientasi pada ekonomi tetapi pada aspek kesehatan dan keselamatan rakyat. dalam sistem islam akan meningkatkan fasilitas kesehatan, protokol kesehatan yang ketat agar wabah segera berakhir. Khilafah akan mengganti atas dampak dari kebijakan lockdown terutama dalam hal ekonomi. Sistem ekonomi yang berlandaskan pada aturan islam yang stabil, maju, dan tetap bertahan ditengah krisis. Tetap terjaminnya pendistribusian harta kepada rakyat. Khilafah akan menimalisasi aktivitas dan mobilitas rakyat selama lockdown diterapkan. Khilafah akan menutup akses masuk warga negara asing kedalam wilayah yang terkena wabah. Adanya tempat isolasi khusus bagi rakyat yang datang dari luar negeri. Menutup jalur migrasi apalagi yang bertujuan ketempat wisata. Islam tidak akan membiarkan rakyat semakin merasa ketakutan tetapi akan menyelesaikan masalah dengan solusi yang berbasis akidah dan aturan islam. Membuat rakyat semakin dilindungi dan terjaga kesehatan dan keselamatannya.

By Moral

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *