Febri Ruandi _Sosiologi UBB

Pertambangan timah adalah salah satu komoditi utama yang menjadi mata pencaharian utama maupun sampingan masyarakat Bangka Belitung. Dalam proses eksploitasinya, meninggalkan banyak problematika terhadap lingkungan yang besar kemungkinan akan berujung pada kerugian di masyarakat pada kemudian hari.

Penulis memahami setidaknya beberapa hal yang mendasari rasionalitas masyarakat maupun aktor terhadap pertambangan timah dan lingkungan. Pertama, masyarakat sudah terbiasa atau tak terlalu risih terhadap pertambangan timah. Masyarakat menjadikan pertambangan timah sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan sudah sejak lama. Terbesit didalam pikiran kita semua, “Apakah masyarakat tidak mencoba mencari alternatif lain?.” Iya tentu saja, masyarakat sudah mencoba dengan komoditas lain seperti sawit, karet atau lada. Namun, hal tersebut memiliki resiko seperti harga komoditasnya yang naik dan turun sehingga masyarakat yang bekerja di sektor perkebunan rentan mengalami kerugian dan tidak bisa menutupi modal yang telah dikeluarkan.

Pengalihan area hutan menjadi perkebunan kerap kali menggunakan metode pembakaran lahan secara masif yang tentunya memiliki potensi terjadinya kebakaran hutan. Demikian hal tersebut memiliki efek samping seperti habitat satwa hutan yang tergusur.

Wirausaha seperti membuka warung, toko atau lainnya membutuhkan modal dan tidak memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari pertambangan. Yang membuka warung atau toko biasanya adalah keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi dari pertambangan timah, masyarakat menanamkan keuntungan di sektor lain seperti membuka toko atau warung untuk berjaga-jaga bila timah sulit di dapat atau harganya turun.

Penulis menyadari bahwa, perekonomian keluarga yang mengandalkan timah sangat tak menentu. Di lain hari penulis melihat keluarga atau tetangga penulis (yang bekerja di sektor pertambangan timah) berada dalam kecukupan ekonomi

hingga mereka bisa membeli kendaraan bermotor. Di kemudian hari lagi, penulis mendengar bahwa curah hujan serta harga timah yang melemah membuat banyak masyarakat beralih ke profesi lain. Tentunya harga timah sekarang sedang melambung tinggi, namun kita tak mengetahui sampai kapan hal tersebut terjadi.

Pemberdayaan sangat diperlukan dalam hal alternatif mata pencaharian masyarakat kita. Dibutuhkan aktor yang sekiranya paham akan kondisi dan bisa menggiring masyarakat untuk melihat sektor lain sebagai mata pencaharian utama seperti peternakan dan pertanian misalnya.

Kedua alternatif tersebut memiliki memiliki potensi untuk menggantikan corak komoditas utama Kepulauan Bangka Belitung. Peternakan misalnya tidak memiliki efek samping yang terlalu riskan terhadap lingkungan, kotoran dari peternakan dapat digunakan sebagai pupuk alami untuk sektor pertanian yang dijalankan. Sementara itu, pertanian sendiri tidak terlalu membutuhkan lahan besar seperti pada perkebunan. Lahan pasca tambang timah dapat digunakan sebagai lahan pertanian, tentunya menggunakan prosedur pemuliaan tanah menggunakan pupuk tadi.

Menjadikan peternakan dan pertanian sebagai komoditas alternatif selain timah, dapat membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan serta menguatkan ekonomi masyarakat. Timah memang menjadi komoditas andalan kita, namun suatu saat hal tersebut akan habis. Perlu adanya tindakan nyata untuk mempersiapkan perekonomian masyarakat pasca tambang, salah satunya dengan pemberdayaan masyarakat terkait potensi sektor pertanian dan peternakan.

Kedua sektor tersebut, saling mendukung dalam mentransformasikan lahan pasca tambang menjadi kembali produktif kembali. Namun, keberhasilan tersebut tentunya harus ditunjang dengan kerja sama yang terkordinasi antara stakeholder dalam menjadikan kedua sektor tersebut sebagai alternatif dari ekonomi pasca timah. Pemerintah mesti gencar melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, masyarakat juga harus bergerak sedini mungkin dengan bergotong royong dalam merintisnya.

Demikian, timah telah lama menjadi komoditas andalan kita. Menjadi komoditas utama yang menggerakkan perekonomian masyarakat.  Namun, timah termasuk ke dalam sektor pertambangan yang kelak suatu saat akan habis. Untuk kembali menggerakkan perekonomian masyarakat kita, terutama ekonomi pasca timah. Diperlukan komoditas alternatif yang berada dalam sektor pertanian dan peternakan. Sejauh ini, penulis menilai kedua hal tersebut lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan hal lain. Sekali lagi, dibutuhkan kerja sama yang terkordinasi antar stakeholder agar bisa mewujudkan sektor pertanian dan peternakan sebagai penghasil komoditas alternatif yang bisa menggantikan timah.

Red LPM UBB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *