Oleh: Sinta Suziani (Praktisi Pendidikan)

Jakarta, NU Online Mahkamah Agung membatalkan iuran BPJS Kesehatan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.  

 Peraturan Presiden nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan secara otomatis tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Merespon informasi tersebut, Pengurus Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (ARSINU) dr Muhammad Makky Zamzami menuturkan, harus ada jalan tengah agar persoalan itu segera menemui kebijakan tepat untuk masyarakat. Menurut dokter yang juga pengurus di Lembaga Kesehatan NU ini, pemerintah juga perlu mencari cara agar ribuan Rumah Sakit di Indonesia tidak merugi akibat pembatalan regulasi oleh Mahkamah Agung tersebut.

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/117671/bpjs-kesehatan-batal-naik–bagaimana-menutup-potensi-kerugian

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sering dianggap sebagai bentuk kepedulian pemerintah/negara terhadap pelayanan kebutuhan bagi masyarakat. Khususnya masalah kesehatan. Namun pada hakikat dan faktanya tidaklah demikian.  Jaminan pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, kini ditanggung rakyat sendiri dengan membayar premi kesehatan yang sudah ditetapkan negara. Meski tidak sedang menjalani layanan kesehatan, rakyat tetap diwajibkan untuk membayar premi tersebut. Ironisnya lagi, Pemerintah tengah menyiapkan aturan yang secara otomatis bisa memberi sanksi bagi para penunggak premi BPJS, seperti saat mengurus perpanjangan SIM, IMB, dan lain sebagainya.  Inpres mengenai sanksi penunggak premi sudah ada, tetapi tidak bisa dieksekusi di lapangan.  Fakta semacam ini menunjukkan bahwa BPJS malah membebani rakyat, bukan memberi solusi atas problem kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang harusnya didapat rakyat secara gratis maupun murah, kini harus dibisniskan ala “asuransi”. Tanpa mengindahkan penderitaan rakyat.

Dari permasalahan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS pada semua kelas  sampai masalah Pemerintah yang juga tampak keberatan karena kesulitan mencari solusi atas kerugian defisit operasional BPJS. Menunjukan semakin banyak bukti dalam BPJS bukanlah jaminan layanan kesehatan oleh pemerintah bagi rakyat, karena sumber pemasukannya mengandalkan iuran dari rakyat itu sendiri. Alih-alih membantu rakyat, BPJS justru menjadi alat untuk memalak rakyat.  

Islam sebagai sebuah ajaran telah menawarkan beberapa aturan dan pedoman hidup bagi manusia yang berlaku secara universal yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Aedy 2011). Termasuk masalah BPJS Kesehatan telah diatur dalam Islam. Kesehatan yang merupakan kebutuhan vital masyarakat yang pelayanannya dijamin oleh negara. 

Negara Khilafah menyediakan layanan kesehatan bagi setiap rakyat secara gratis. Seorang Khalifah dalam mengatur urusan rakyat adalah melayani dan bertanggung jawab sepenuhnya.

Khalifah tidak akan menempatkan rakyat sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dalam urusan ini.

 Khalifah menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan semaksimal mungkin. Khilafah membentuk badan-badan riset untuk mengidentifikasi berbagai macam penyakit beserta penangkalnya. Pada masa keemasan Islam, Bani ibn Thulun di Mesir memiliki masjid yang dilengkapi dengan tempat-tempat mencuci tangan, lemari tempat menyimpan minuman, obat-obatan dan dilengkapi dengan ahli pengobatan (dokter) untuk memberikan pengobatan gratis. Khalifah Bani Umayyah banyak membangun rumah sakit yang disediakan untuk orang yang terkena lepra dan tuna netra. Khalifah Bani Abbasyiah banyak mendirikan rumah sakit di Bagdad, Kairo, Damaskus dan mempopulerkan rumah sakit keliling.

Khilafah melalui departemen terkait mensosialisasikan hidup sehat dan menciptakan lingkungan bersih dan asri.  Khilafah juga membudayakan gaya hidup sehat dengan cara membuat aturan-aturan yang menjamin kehalalan dan higienitas makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat, serta bersihnya lingkungan dari polusi.

Kas negara Khilafah yang selalu lebih dari mencukupi untuk menjamin pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis bagi setiap individu masyarakat. Dikarenakan Khilafah mengelola seluruh sumberdaya alam dan harta milik umum. Khilafah akan menerbitkan kebijakan pelarangan bagi setiap individu maupun kelompok  untuk memiliki harta-harta yang merupakan harta kepemilikan milik umum.  Belum pemasukan dan pendapatan dari sektor-sektor lain. Atas dasar itu, dana negara Khilafah lebih dari cukup, bahkan bisa dikatakan berlebih, dalam menjamin kebutuhan-kebutuhan vital masyarakat, di antaranya kesehatan.  Apalagi struktur anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Khilafah juga terbebas dari hutang riba luar dalam maupun negeri, yang dalam praktiknya amat membebani anggaran negara.

Selain itu, budaya kaum Muslim adalah budaya tolong-menolong dan saling membantu. Budaya ini tentu memudahkan negara Khilafah dalam menciptakan pelayanan kesehatan bagi setiap individu rakyat.

Jaminan pelayanan kesehatan rakyat yang memungkinkan setiap individu rakyat bisa mengakses layanan kesehatan terbaik secara gratis, membutuhkan sistem pemerintahan dan kebijakan yang benar.  Sebab, ia akan bersangkutan dan akan berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang lainnya. Dalam hal ketercukupan dana, misalnya, dibutuhkan pemerintahan dan kebijakan yang menjadikan penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam ada di tangan pemerintah, bukan swasta.  Dibutuhkan pula aturan dan budaya hidup bersih dan sehat, seperti larangan makanan dan minuman haram, pelacuran, seks bebas, hubungan lawan jenis dan lain sebagainya.

Hal-hal di atas hanya bisa diwujudkan dalam sistem pemerintahan yang tegak di atas paradigma dan aturan terbaik, yakni akidah dan syariah Islam. Islam adalah agama terbaik yang Allah SWT turunkan.

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. al-Maidah [5]: 50)

Syariah Islam hanya bisa diterapkan secara kâffah dalam sistem pemerintahan yang tegak di atas akidah Islam. Sistem pemerintahan tersebut adalah Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Bukan demokrasi-sekuler yang secara terang-terangan memusuhi syariah Islam.

(Red Sinta/LPM-UBB)

By Mental

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *