Ahmad Nazriansyah, mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Bangka Belitung.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai garis pantai terpanjang mmedua di dunia. Lautan yang luas serta memiliki berbagai ragam kekayaan ikan. Berbagai macam jenis ikan dapat diperoleh dengan mudah di wilayah perairan Indonesia. Desa Batu Beriga merupakan salah satu 9 desa pemekaran yang ada di Kecamatan Lubuk Besar yang terletak di ujung timur Bangka Tengah dengan jarak tempuh dari desa ke ibukota kecamatan berkisar 21.8 Km dan berjarak sekitar 55 Km dari ibukota kabupaten serta luas wilayah 10.873 Ha. Desa Batu Beriga merupakan salah satu daerah pesisir yang memiliki masyarakat dominan masyarakat pesisir dengan 70% masyarakat Batu Beriga bekerja sebagai nelayan.

Masyarakat adalah sekelompok individu yang memiliki identitas sendiri dan tinggal di wilayah dan daerah tertentu. Selama tinggal dan menetap di daerah tersebut mereka harus membentuk dan mengembangkan nilai dan norma yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Masyarakat memiliki proses interaksi yang terjadi di dalamnya dan membentuk sebuah pola perilaku dan sistem tatanan sosial. Masyarakat pesisir menurut Arif Satria (2015) adalah sekelompok masyarakat yang mendiami dan hidup bersama diwilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas. Masyarakat ini juga memiliki ketergantungan pada sumber daya pesisi. Dalam kata lain, melakukan aktivitas sehari-harinya melakukan penangkapan ikan dan menggantungkan hidupnya pada laut.

Hasil dan Pembahasan

Desa Batu Beriga merupakan desa Pesisir yang merupakan salah satu dari 9 desa pemekaran Kecamatan Lubuk Besar. Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya masih dipengaruhi aktivitas daratan. Menurut UU No. 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjelaskan wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh faktor perubahan didarat dan dilaut. Beriga menjadi salah satu daerah pesisir yang mana 70% masyarakat Beriga bergantung pada hasil produksi laut. Hasil pendapatan dari melaut tidak tetap setiap harinya karena terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi dari hasil produksi salah satunya teknologi, cuaca, serta jumlah tangkapan di laut. Total pendapatan masyarakat nelayan yang didapat dari hasil melaut dalam sehari tidak secara langsung menjadi uang yang akan diperoleh hal ini dikarenakan masih banyak tahapan yang dilalui dan sekian biaya yang harus dikeluarkan.

Dalam artikel ini mencoba untuk mengelupas sekelumit tantangan masyarakat pesisir terhadap proses penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan desa Batu Beriga.

Teknologi dan Transformasi Sosial

Sejarah peradaban manusia sudah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan yang besar untuk upaya peningkatan kesejahteraan dan mempengaruhi corak kehidupan masyarakat. Hanya dengan teknologi kita bisa membudidayakan sumber daya alam secara optimal. Namun, dalam prosesnya, inovasi teknologi membawa pengaruh yang kuat ke arah transformasi tata nilai serta norma kehidupan masyarakat. Kilas balik isu tahun (2016) tentang batalnya program pemerintah dalam memberikan subsidi pengadaan 1000 kapal nelayan yang berbobot mati di atas 30 GT. Akan tetapi, rencana program ini dibatalkan oleh komisi IV DPR yang tidak setuju dan mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kapal yang berukuran lebih kecil (tradisional). DPR menganggap hal ini sebagai upaya pencegahan perubahan sosial dimasyarakat nelayan. Namun, hal ini menjadi kurang bijak jika penolakan tersebut menentang inovasi teknologi guna meningkatkan kemampuan tangkap. Masalah ini berkaitan dengan proses modernisasi. Tidak saja berkaitan dengan proses transformasi yang menyangkut tradisi serta sosial budaya masyarakat pesisir, tetapi juga diakibatkan oleh keadaan serta iklim perekonomian yang diciptakan pemerintah seperti apa.

Sama halnya isu lain yang terjadi pada tahun (2017) tentang pemerintah yang mengimpor garam sebesar 1,8 juta ton. Sebagian masyarakat mempertanyakan urgensi pemerintah dalam mengambil langkah tersebut padahal laut Indonesia luas tetapi masih mengimpor garam. Semua ini disebabkan oleh produksi garam nasional 100 persen masih mengandalkan proses produksi secara tradisional alias masih mengandalkan panas matahari. Hal tersebut menjadi pemicu rendahnya produksi garam nasional dan hingga saat ini tidak ada pengembangan teknologi tepat guna dan bernilai ekonomis yang dapat diaplikasikan oleh para penambak garam. Akibatnya, produksi garam masih bergantung pada kondisi cuaca. Seharusnya sejak lama pemerintah dan perguruan tinggi untuk dapat mengembangkan dan mencari inovasi baru berupa teknologi yang tepat guna dan ekonomis bagi para petani garam untuk memacu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Teknologi memang merupakan stimulan buat meningkatkan produksi pengelolaan sumber daya alam. Namun, harus dimengerti jika stimulan itu mempunyai makna sebagai peranan terwujudnya struktur sosial serta budaya baru dalam eksistensi masyarakat itu sendiri. Teknologi bisa dijadikan sebagai suatu pusat orientasi dan titik penting buat memenuhi bagaimana berlangsungnya proses serta mekanisme perkembangan yang berlangsung. Peran teknologi bagi struktur masyarakat pesisir adalah memantapkan struktur baru sebagai akibat dari transformasi struktur lama. Yang mana struktur lama tidak fungsional lagi digantikan perannya oleh komponen struktur yang lebih cocok dengan pola-pola nilai yang adaptif.

Inovasi teknologi berkaitan dengan terminologi “ modernisasi”. Menurut Ralph Linton (1986), modernisasi merupakan proses perubahan yang kompleks dalam masyarakat yang melibatkan pergeseran dari kebiasaan dan tradisi yang lama menuju penggunaan teknologi dan organisasi yang lebih modern. Linton menganggap modernisasi sebagai proses yang tidak bisa dihindari setiap masyarakat dan bahwa setiap masyarakat akan mengalami modernisasi pada suatu waktu tertentu. Namun, Linton juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan nilai-nilai tradisional dan modern dalam proses modernisasi sehingga masyarakat tidak kehilangan identitas budayanya. Dari pengertian ini, apabila dikaitkan dengan kondisi masyarakat nelayan, berarti modernisasi merupakan proses yang membawa masyarakat menjadi maju, aman, dan sejahtera serta selalu siap sedia dalam menghadapi dan mengimbangi kemajuan teknologi dan transformasi sosial.

Analogi sebaliknya bisa berati bahwa proses transformasi sosial pada masyarakat berdampak pada pergeseran tata nilai yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap datangnya teknologi tertentu. Hal ini terkait dengan mindset dan budaya. Pengalaman dari penolakan komisi IV DPR terhadap program bantuan 1000 kapal berbobot 30 GT dari pemerintah ialah refleksi dari benturan aspirasi masyarakat nelayan (budaya lokal) dengan inovasi teknologi. Penyebabnya karena belum terdapat perencanaan yang matang untuk menghadapi transformasi sosial. Pendidikan sumber energi manusia belum jadi program prioritas serta masif. Di samping itu, kesiapan para nelayan buat menerimanya belum disertai dengan penciptaan iklim ekonomi yang kondusif di zona perikanan.

Kendala lainnya yakni pentingnya menciptakan iklim ekonomi yang kondusif untuk masyarakat pesisir. Hal ini bisa dicermati, seandainya saja benar kapal berbobot besar diberikan kepada para nelayan tradisional, secara murah bisa menjerumuskan para nelayan kecil terhadap ketergantungan kepada para tengkulak. Pengeluaran biaya pengoperasian kapal di atas 30 GT lumayan besar, bisa mencapai puluhan juta rupiah sekali perjalanan. Terlebih, BBM yang dipakai untuk kapal ikan di atas 30 GT dikenakan harga non subsidi (harga industri). Yang jadi
permasalahannya: dari mana para nelayan kecil mendapatkan modal untuk mengoperasikan kapal tersebut jika bukan dari para tengkulak? Terlebih pihak perbankan pun belum bersedia mengucurkan kredit modal buat para nelayan. Hingga akhirnya kapal tersebut berubah kepemilikan ke tengkulak. Jika perihal itu hingga terjadi, jelas bantuan kapal akan terus menjadi menjerumuskan para nelayan
kecil pada praktik-praktik yang melanggar hukum dan akhirnya terjebak dalam sistem patront client.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *