Oleh: Mellita_Sosiologi UBB

Kekayaan sumber daya alam yang di miliki Negara Indonesia sangat melimpah. Hampir seluruh wilayah kepulauan memiliki kekayaan alam yang berada di perut bumi contohnya bahan tambang. Kabupaten Belitung Timur, dalam beberapa tahun terakhir mengalami persoalan lingkungan akibat rusaknya sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS). Kerusakan DAS diduga akibat aktivitas penambangan timah ilegal. Dampak kerusakan DAS selain menyebabkan banjir, habisnya hutan mangrove, juga menurunnya kualitas air sebagai sumber air. Pemerintah Kabupaten Belitung Timur melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan DAS tersebut. Sebagian besar DAS (Daerah Aliran Sungai) didominasi hutan mangrove. Ada empat jejaring sungai utama, yaitu Sungai Buding di utara, Sungai Manggar di timur laut, Sungai Gantung di timur, dan Sungai Dendang di selatan. Namun sejak 2016, sejumlah sungai di Kabupaten Belitung Timur yang pusat pemerintahannya di Kota Manggar, mulai terdegradasi akibat aktivitas perkebuan skala besar dan tambang timah. Banyak hutan dan lahan yang dibuka dan digali.

Wilayah Bangka Belitung, khususnya Belitung Timur, merupakan wilayah penghasil timah. Oleh sebab itu, banyak orang-orang yang menjadi penambang. Namun, terdapat permasalahan di daerah-daerah bekas penambangan timah di Pulau Belitung. Banyaknya lubang-lubang bekas galian tambang timah yang dibiarkan begitu saja pasca penambangan tanpa adanya usaha untuk melakukan reklamasi maupun pemanfaatan kembali merupakan masalah yang sangat serius jika dibiarkan begitu saja. Apalagi orang-orang yang menambang timah di wilayah hutan mangrove contohnya di Suak Lumpur, Desa Buding yang pastinya akan menimbulkan dampak dan permasalahan di daerah lingkungan tersebut. Aktivitas pertambangan yang di lakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan sisa pembuangan tanah dari tambang ilegal menyebabkan pendangkalan sungai. Selain itu, di wilyah tersebut bekas-bekas penambangan TI umumnya di biarkan begitu saja, tanpa adanya upaya reklamasi.

Terkait adanya aktivitas tambang ilegal di Desa Buding, tepatnya di kawasan hutan mangrove Suak Lumpur, Belitung Timur kian meresahkan akibat banyaknya penambang yang melakukan aktivitas tambang yang menyebabkan daerah tersebut rusak parah. Apalagi juga diakibatkan harga timah yang cukup besar dari harga-harga sebelumnya yang membuat banyak dari masyarakat berprofesi sebagai penambang TI. Sebelumnya di beritakan akibat adanya kegiatan aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan mangrove ini membuat warga yang berada di Desa Selindang dan Desa Senyubuk resah karena wilayah tersebut berbatasan dengan kawasan Desa Buding bagian barat akibatnya kegiatan tambang tersebut menganggu aktivitas nelayan dan mengancam ekosistem laut. Karena, apabila kegiatan penambangan terus di lakukan di wilayah bakau yang tentunya fungsi dari hutan mangrove sebagai hutan lindung untuk menahan erosi dan abrasi, serta sebagai tempat tinggal berbagai organisme dan mencegah intrusi air laut akan rusak. Jadi hal ini ibaratkan sebagai “bom waktu” yang siap meledak dan sukar dihentikan, sehingga mengancam ekosistem hutan bakau dan laut di daerah tersebut.

Mencermati permasalahan pertambangan di wilyah hutan bakau tersebut, digunakanlah teknologi penginderaan jauh berbasis sistem informasi geografis merupakan teknologi yang dapat memberikan informasi geospasial yaitu penyebaran lokasi tambang serta dapat memberikan infomasi lainnya seperti, luas area pertambangan, area tambang yang masih aktif maupun yang telah ditinggalkan, serta perubahan lahannya. Sehingga dengan diketahuinya informasi tersebut dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan untuk dilakukannya rehabilitasi dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik lagi.

Jadi, dalam melaksanakan reklamasi tidak hanya sekedar melaksanakan reklamasi akibat tambang, namun bagaimana dampak dari reklamasi tersebut memberi dampak multiplayer effect terhadap ekonomi masyarakat setempat baik itu tanaman yang kita tanam ataupun sarana yang kita bangun harus bermanfaat bagi masyarakat. Upaya yang dilakukan terhadap kegiatan tambang ilegal di wilayah hutan mangrove tersebut bisa di lakukan dengan penertiban oleh aparat-aparat yang berwenang agar tidak menambang di wilayah tersebut karena apabila kegiatan di lakukan terus-menerus maka kerusakan didaerah bakau akan semakin parah dan berakibat fatal. Kemudian, kegiatan yang di lakukan pasca tambang bisa di lakukan dengan reboisasi yaitu penanaman hutan bakau guna mengembalikan lahan yang telah tandus dan rusak sehingga menjadi hijau dan produktif kembali. Oleh karena itu, perlunya pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan sasaran akhir sehingga terciptanya bekas tambang yang kondisinya aman, stabil, dan tidak mudah tererosi yang dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan peruntukannya.

Memang membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan lahan seperti sebelum maraknya penambangan timah, sehingga di perlukan penghijauan dan penanaman kembali. Karena penanaman dan penghijauan tersebut merupakan salah satu bentuk cinta kepada lingkungan dan menjaganya agar tetap lestari dan mengaktifkan kembali lahan yang telah rusak menjadi produktif kembali dan berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan semua elemen masyarakat mendukung aksi penghijauan hutan bakau dan bisa bermanfaat bagi semuanya. Apalagi sungai di Belitung Timur ini memiliki banyak nilai sejarah tentunya hal itu harus tetap di jaga dan dilestarikan. Karena, Bila sungai rusak, kita juga yang akan menerima akibatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *